TUGAS KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA
RUANG/
BADAN PERTANAHAN NASIONAL
SEBAGAI PENJABARAN VISI MISI PRESIDEN
TERPILIH 2014-2019
(JOKO WIDODO-JUSUF KALLA)
Sumarto, S.H., M.Eng.
I. Umum
Bagi bangsa Indonesia, tanah merupakan unsur vital
dalam kehidupanberbangsa dan bernegara. Hubungan bangsa Indonesia dengan tanah
adalah hubungan yang bersifat abadi. Seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI) merupakan kesatuan tanah air dari keseluruhan Bangsa Indonesia. Tanah
merupakan perekat NKRI. Oleh karena itu tanah perlu dikelola dan diatur secara
nasional untuk menjaga keberlanjutan sistem kehidupan berbangsa dan bernegara.
Dalam kerangka ini, amanat konstitusi menegaskan agar politik dan kebijakan
pertanahan diarahkan untuk mewujudkan tanah untuk “sebesar-besar kemakmuran
rakyat”.
Meskipun telah diamanatkan dalam UUD 1945 bahwa tanah
merupakan sumber kemakmuran rakyat, namun jumlah rakyat miskin Indonesia masih
cukup besar. Hal ini terjadi karena masih terjadi ketimpangan struktur
penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah (P4T). Ketimpangan P4T
dan ketimpangan terhadap sumber-sumber produksi lainnya menyebabkan semakin sulitnya
upaya penurunan kemiskinan dan pengangguran. Ketimpangan P4T juga dapat
mendorong terjadinya kerusakan sumberdaya tanah dan lingkungan hidup,
peningkatan jumlah sengketa dan konflik pertanahan. Lebih lanjut, permasalahan pertanahan
ini akan berdampak terhadap rapuhnya ketahanan pangan yang pada akhirnya akan
berpengaruh terhadap ketahanan nasional.
Sejalan dengan Visi Presiden dan Wakil Presiden
terpilih (Joko Widodo-Jusuf Kalla) “Terwujudnya Indonesia Yang Berdaulat,
Mandiri dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong Royong” yang salah satu misinya
adalah mewujudkan kualitas hidup manusia yang tinggi maju dan sejahtera, maka
pengelolaan pertanahan dan tata ruang diharapkan dapat berkontribusi
meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup rakyat Indonesia serta menurunnya
angka kemiskinan. Dalam rangka mewujudkan Visi Misi tersebut terdapat 4 (empat) perintah
Presiden Republik Indonesia kepada Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional,
yaitu : a) meningkatkan pelayanan pertanahan, b) menyelesaikan sengketa dan
konflik pertanahan, c) melaksanakan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk
kepentingan umum, dan d) menyediakan tanah untuk rakyat (9 juta Ha.), yang
kesemuanya harus seiring dengan
penataan ruang di setiap daerah di Indonesia.
Sesuai
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 165 Tahun 2014 tentang Penataan
Tugas dan Fungsi Kabinet Kerja, Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia
telah berubah menjadi Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan
Nasional. Selama organisasi dan tata Kerja Kementerian Agraria
dan Tata Ruang/Kepala
Badan Pertanahan Nasional belum terbentuk, maka Menteri Agraria dan Tata
Ruang/Kepala BPN memimpin dan mengkoordinasikan
penyelenggaraan tugas dan fungsi di bidang tata ruang
yang dilaksanakan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan penyelenggaraan
urusan pemerintahan di bidang pertanahan yang dilaksanakan oleh Badan Pertanahan Nasional.
Berdasarkan Undang Undang No. 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang bahwa Penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk
mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif dan
berkelanjutan berlandaskan wawasan nusantara dan ketahanan nasional. Penyelenggaraan penataan ruang dilakukan dengan
tetap menghormati hak yang dimiliki orang sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Dengan dibentuknya
Kementerian Agraria dan Tata di Ruang/Badan Pertanahan Nasional diharapkan ada
sinkronisasi antara pengelolaan tanah di Indonesia dengan tata ruang nasional
sehingga akan dapat menekan terjadinya sengketa dan konflik pertanahan.
II. Peningkatan Pelayanan Publik
Salah satu rumusan dari sembilan agenda prioritas
(NAWA CITA) yang merupakan implementasi dari Visi Misi Jokowi-JK adalah Pemerintah
tidak absen dengan membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif,
demokratis, dan terpercaya, yaitu konsisten menjalankan agenda reformasi
birokrasi secara berkelanjutan dengan merustrukturisasi kelembagaan, perbaikan
kualitas pelayanan publik serta meningkatkan kompetensi aparatur. Dalam rangka
memenuhi agenda prioritas tersebut, maka Kementerian Agraria dan Tata
Ruang/Badan Pertanahan Nasional dituntut untuk mampu meningkatkan pelayanan
publik kepada masyarakat. Upaya peningkatan pelayanan bidang pertanahan kepada
masyarakat yang telah dilaksanakan antara lain
:
1. Melaksanakan Reformasi Birokrasi;
Reformasi birokrasi merupakan salah
satu upaya pemerintah untuk mencapai good governance. Reformasi birokrasi
merupakan langkah awal untuk mencapai kemajuan sebuah Negara. Melalui reformasi
birokrasi, dilakukan penataan terhadap system penyelenggaraan pemerintahan yang
tidak hanya efektif dan efesien tapi juga reformasi birokrasi menjadi tulang punggung
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Reformasi birokrasi pada hakikatnya merupakan upaya untuk melakukan
pembaharuan dan perubahan mendasar terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan
terutama menyangkut aspek-aspek kelembagaan (organisasi), ketatalaksanaan (business prosess) dan sumber daya
manusia aparatur.
Penataan
organisasi Kementerian
Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional baik pusat
maupun daerah didasarkan pada visi, misi dan sasaran startegis, agenda
kebijakan, program dan kinerja kegiatan yang terencana dan diarahkan
terbangunannya sosok birokrasi dengan tugas dan bertanggungjawaban terbuka dan
aksessif. Penyederahanaan tata kerja dalam hubungan intra dan antar aparatur
serta antar aparatur dengan masyarakat dan dunia usaha yang berorientasi pada
criteria dan mekanisme yang impersonal terarah pada penerapan pelayanan prima.
2. Melaksanakan pekerjaan/pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan Standar
Pelayanan dan Pengaturan Pertanahan (SOP) yang sudah ditetapkan. SOP merupakan
petunjuk tertulis yang menggambarkan dengan tepat cara melaksanakan
tugas/pekerjaan yang berisi mekanisme mengkomunikasikan peraturan dan persyaratan administratif, kebijakan
organisatoris dan perencanaan strategis bagi pegawai/pekerja. Hakekat SOP adalah untuk menghindari
miskomunikasi, konflik, dan permasalahan pada pelaksanaan tugas/pekerjaan.
Dengan melaksanakan pekerjaan sesuai SOP diharapkan akan meningkatkan kepuasan
masyarakat atas pelayanan yang dilakukan oleh Kementerian Agraria dan Tata
Ruang/BPN.
3. Pelimpahan kewenangan pemberian hak atas tanah dan kegiatan pendaftaran tanah
kepada Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi maupun Kepala Kantor Pertanahan
Kabupaten/Kota untuk memutus birokrasi dan mempercepat pelayanan kepada
masyarakat;
4. Reward dan Punishment, diberikan sebagai
penghargaan maupun hukuman terhadap pekerjaan yang telah dilaksanakan serta
sebagai …..
5. Melakukan inovasi-inovasi dalam rangka percepatan pelayanan, antara lain
: Pelayanan 1 (satu) hari selesai (one day service), Pelayanan
Sabtu-Minggu, Pelayanan malam hari (evening service), LANTUM (layanan 7
menit), LAYANGMAS (layanan anggota masyarakat), INTAN (informasi pertanahan), LARASITA;
6. Melakukan layanan informasi pelayanan pertanahan berbasis teknologi
informasi (IT) yang dapat diakses oleh masyarakat tanpa harus datang ke Kantor
Pertanahan antara lain seperti Layanan SMS 2409, penanganan pengaduan masyarakat
melalui web www.bpn.go.id, dan Twitter @atr_bpn;
7. Membuka loket pelayanan pertanahan di tiap-tiap Pertanahan dan Kantor
Wilayah BPN Provinsi untuk menghindari adanya interaksi langsung antara
masyarakat pemohon dengan pejabat BPN serta untuk meminimalisir terjadinya KKN;
8. Penetapan Program Monitoring dan Perlindungan “Whistle Blower”.
III. Penyelesaian Segketa dan Konflik Pertanahan
Sengketa dan Konflik pertanahan merupakan
persoalan yang kronis dan bersifat klasik serta berlangsung dalam kurun waktu
tahunan bahkan puluhan tahun dan selalu ada dimana-mana. Faktor mendasar yang
menyebabkan timbulnya sengketa dan konflik pertanahan adalah adanya
ketimpangan struktur penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah
serta ketimpangan terhadap sumber-sumber produksi lainnya. Oleh karena itu usaha pencegahan, penanganan dan
penyelesaiannya harus memperhitungkan berbagai aspek baik hukum maupun non
hukum. Seringkali penanganan dan penyelesaian terhadap sengketa dan konflik
pertanahan dihadapkan pada dilema-dilema antara berbagai kepentingan yang
sama-sama penting. Mencari keseimbangan atau win-win solution atas konflik yang sudah terjadi jelas membutuhkan
upaya yang tidak mudah. Karena itu dibutuhkan pemahaman mengenai akar konflik,
faktor pendukung dan faktor pencetusnya sehingga dapat dirumuskan strategi dan
solusinya.
Menyikapi perintah Presiden Republik Indonesia
untuk menyelesaikan sengketa dan konflik pertanahan di Indonesia, maka
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional harus menyiapkan
kebijakan dalam upaya mempercepat penanganan dan penyelesaian sengketa dan
konflik pertanahan antara lain :
1.
Kebijakan One Map One Policy.
Kebijakan
Satu Peta (One Map Policy), adalah kebijakan untuk menciptakan satu
referensi, satu standar, satu basis data dan satu geoportal dalam
penyelenggaraan informasi geospasial. Pentingnya kebijakan satu peta adalah sebagai dasar
pengambilan keputusan pelaksanaan pembangunan fisik seluruh Indonesia, untuk
menjamin kepastian hukum dan untuk mencegah terjadinya sengketa dan konflik
pertanahan. Salah satu faktor penyebab terjadinya sengketa dan konflik
pertanahan adalah akibat tidak seragamnya peta yang dipakai sebagai dasar
penguasaan tanah sehingga terjadi saling klaim. Dengan adanya satu peta maka
akan mampu menekan terjadinya sengketa dan konflik pertanahan.
2.
Pengelolaan Kasus Pertanahan
Sebagai
Ilustrasi bahwa Kementerian Agraria
dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional setiap hari harus menyelesaikan
kasus pertanahan, namun setiap hari pula muncul kasus pertanahan, dan penyelesaiannya tidak dapat ditarget, sehingga diperlukan
pengelolaan terhadap kasus pertanahan.
a. Penanganan sengketa dan
konflik pertanahan
Penanganan
sengketa dan konflik
pertanahan dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum atas penguasaan,
pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah, serta untuk memastikan tidak
terdapat tumpang tindih pemanfaatan, tumpang tindih penggunaan, tumpang tindih
penguasaan dan tumpang tindih pemilikan tanah, sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku serta bukti kepemilikan tanah bersifat tunggal
untuk setiap bidang tanah yang diperselisihkan. Penanganan sengketa dan konflik pertanahan
dilaksanakan secara komprehensif melalui kajian akar permasalahan, pencegahan
dampak sengeketa/konflik,
dan penyelesaian sengketa/ konflik. Guna mempercepat penanganan sengketa dan
konflik pertanahan maka perlu didukung upaya-upaya sebagai berikut :
- Dalam rangka
penanganan dan penyelesaian sengketa dan konflik pertanahan di daerah yang
sifatnya lokal/regional, peran Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota maupun Kepala
Kantor Wilayah BPN Provinsi perlu dioptimalkan agar pengaduan masyarakat tidak
menumpuk di Kementerian;
- Perlu upaya yang
sungguh-sungguh (perlindungan) dari Kementerian agar kriminalisasi terhadap
aparat pertanahan baik di pusat maupun di daerah dalam melaksanakan
tugas/jabatannya dapat diminimalkan/dihapuskan;
- Perlu adanya
kebijakan khusus dari Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN untuk menangani
dan menyelesaikan sengketa dan konflik tertentu yang berkaitan dengan kawasan
kehutanan, pertambangan, maupun kawasan tertentu lainnya;
- Diperlukan
kesepakatan/kesepahaman bersama antara Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN
dengan Lembaga Penegak Hukum (Polri dan Kejaksaan Agung) dalam rangka
penanganan aparat Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN yang dikriminalisasi
karena melaksanakan tugas/jabatannya;
- Perlu segera dilakukan revisi Peraturan Kepala BPN No. 3 Tahun 2011 tentang Pengelolaan
Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan.
b. Strategi penanganan dan penyelesaian konflik
pertanahan.
Agar penanganan dan penyelesaian sengketa dan konflik pertanahan
dapat diwujudkan, maka perlu
dirumuskan strategi sebagai berikut :
- Memantapkan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Kementerian Agraria dan
Tata Ruang/BPN dengan membangun standar mekanisme dan prosedur operasional
penanganan sengketa dan konflik pertanahan;
- Mengintensifkan penyelesaian sengketa dan konflik pertanahan melalui
mediasi dengan mendasarkan pada kajian akar permasalahan;
- Membangun sistem basis data dan sistem informasi kasus pertanahan yang
valid guna mendukung percepatan penanganan dan penyelesaian sengketa dan konflik pertanahan dan tata ruang secara sistematis;
- Memprakarsai terwujudnya konsep strategis penyelesaian sengketa dan konflik
pertanahan dengan melibatkan pakar, akademisi serta pengamat agraria dan tata
ruang;
- Meningkatkan kualitas dan profesionalisme sumber daya manusia di
lingkungan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN, khususnya khususnya yang
berkaitan dengan penanganan sengketa dan konflik pertanahan;
c. Pencegahan sengketa dan
konflik pertanahan.
Diluar
dari pentingnya penanganan dan penyelesaian sengketa dan konflik pertanahan yang harus segera dilaksanakan,
yang tidak kalah penting adalah bagaimana untuk mencegah agar tidak terjadi
konflik paling tidak mampu meminimalisir terjadinya konflik pertanahan. Beberapa upaya untuk mencegah terjadinya sengketa dan konflik pertanahan
antara lain adalah :
(1) penertiban administrasi pertanahan, (2) tindakan proaktif untuk mencegah
dan menangani potensi konflik, (3) penyuluhan hukum dan/atau sosialisasi
program pertanahan, dan (4) pembinaan partisipasi dan pemberdayaan masyarakat.
3. Mengusulkan Rancangan
Undang-Undang tentang Pertanahan dalam Program Legislasi Nasional Prioritas
Tahun 2015.
Rancangan Undang Undang Pertanahan mendasarkan
pada 7 (tujuh) prinsip utama yaitu prinsip tanah sebagai perekat NKRI, prinsip hak menguasai
Negara, prinsip tidak
menggantikan UUPA, prinsip tanah
mempunyai fungsi sosial, prinsip
kepastian hukum atas tanah, prinsip komprehensif. Prinsip Rancangan Undang Undang Pertanahan diharapkan menjadi sarana untuk meminimalisir terjadinya sengketa dan konflik pertanahan.
IV. Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum
Dalam rangka
mewujudkan masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera berdasarkan Pancasila
dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pemerintah perlu
menyelenggarakan pembangunan. Salah satu upaya pembangunan dalam kerangka
pembangunan nasional yang diselenggarakan Pemerintah adalah pembangunan untuk
Kepentingan Umum. Pembangunan untuk Kepentingan Umum tersebut memerlukan tanah
yang pengadaannya dilaksanakan dengan mengedepankan prinsip yang terkandung di
dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan hukum tanah
nasional, antara lain prinsip kemanusiaan, keadilan, kemanfaatan, kepastian,
keterbukaan, kesepakatan, keikutsertaan, kesejahteraan, keberlanjutan, dan
keselarasan sesuai dengan nilai-nilai berbangsa dan bernegara.
Hukum tanah nasional
mengakui dan menghormati hak masyarakat atas tanah dan benda yang berkaitan
dengan tanah, serta memberikan wewenang yang bersifat publik kepada Negara
berupa kewenangan untuk mengadakan pengaturan, membuat kebijakan, mengadakan pengelolaan,
serta menyelenggarakan dan mengadakan pengawasa yang tertuang dalam pokok-pokok
pengadaan tanah sebagai berikut :
1. Pemerintah dan
Pemerintah Daerah menjamin tersedianya tanah untuk kepentingan umum dan
pendanaannya.
2. Pengadaan
tanah untuk kepentingan umum diselenggarakan sesuai dengan:
a. Rencana
Tata Ruang Wilayah;
b. Rencana
Pembangunan Nasional/Daerah;
c. Rencana
Strategis; dan
d. Rencana Kerja
setiap Instansi yang memerlukan tanah.
3. Pengadaan Tanah
diselenggarakan melalui perencanaan dengan melibatkan semua pemangku dan
pengampu kepentingan.
4. Penyelenggaraan
Pengadaan Tanah memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pembangunan dan
kepentingan masyarakat.
5. Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum dilaksanakan dengan pemberian
Ganti Kerugian yang layak dan adil.
Pelaksanaan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk
kepentingan umum harus didasarkan pada peraturan yang berlaku yaitu : a) Undang-Undang No. 2 Tahun
2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan
Umum; b) Peraturan Presiden No. 71 Tahun 2012
tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan
Umum; c) Peraturan Kepala BPN No. 5 Tahun
2012 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pengadaan tanah; d) Peraturan
Menteri Dalam Negeri No. 72 Tahun 2012 tentang Biaya Operasional dan Biaya Pendukung Penyelenggaraan Pengadaan
Tanah untuk Kepentingan Umum Yang Bersumber Dari APBD; dan e)
Peraturan Menteri Keuangan No. 13 Tahun 2013 tentang Biaya
Operasional dan Biaya Pendukung Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi
Pembangunan Untuk Kepentingan Umum Yang Bersumber Dari APBN.
Pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan
umum merupakan salah satu implementasi dari Misi Jokowi-JK yaitu mewujudkan
masyarakat maju, berkesinambungan dan demokratis berdasarkan Negara hukum. Hal
ini tercermin dalam pokok-pokok pengadaan tanah, yaitu memperhatikan
keseimbangan antara kepentingan pembangunan dan kepentingan masyarakat serta harus ada pemberian Ganti Kerugian yang
layak dan adil.
V. Tersedianya Tanah Untuk Rakyat (9 juta Ha)
Perintah Presiden untuk menyediakan tanah untuk rakyat
seluas 9 juta hektar dimaksudkan untuk peningkatan ketahanan pangan secara
nasional. Yang dapat dilakukan oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan
Pertanahan Nasional untuk memenuhi kebutuhan tersebut adalah dengan
melaksanakan redistribusi tanah.
Redistribusi
tanah merupakan inisiatif Pemerintah untuk membagikan Tanah Obyek Landreform
kepada penggarap yang memenuhi persyaratan. Sesuai
Pasal 1 Peraturan Pemerintah
No. 224 Tahun 1961 sumber
tanah
obyek
landreform adalah : tanah kelebihan dari batas
maksimum; tanah
Absentee; tanah
Swapraja dan bekas Swapraja; tanah
Negara lainnya yang ditegaskan lebih lanjut oleh Menteri Agraria. Selain menurut Pasal 1 PP No. 224 diatas, sumber tanah obyek
landreform dapat berasal dari penertiband dan pendayagunaan tanah terlantar dan
tanah hasil penyelesaian sengketa dan konflik.
Tersedianya tanah untuk rakyat dalam rangka
peningkatan ketahanan pangan nasional merupakan bagian perwujudan dari Visi
Presiden Republik Indonesia yaitu Terwujudnya Indonesia Yang Berdaulat, Mandiri
dan Berkepribadian Berdasarkan Gotong Royong, yang dirumuskan dalam salah satu
Nawa Cita-nya yaitu mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor
strategis ekonomi domestik dengan mewujudkan kedaulatan pangan secara nasional.
VI. Kesimpulan
Dalam rangka mewujudkan Visi Presiden dan Wakil Presiden terpilih
2014-2019 (Joko Widodo-Jusuf Kalla) “Terwujudnya Indonesia Yang Berdaulat,
Mandiri dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong Royong” maka terdapat 4 (empat) perintah
Presiden Republik Indonesia kepada Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional,
yaitu :
1. Meningkatkan
pelayanan pertanahan, dimaksudkan bahwa Pemerintah tidak absen untuk membangun
tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya,
yaitu konsisten menjalankan agenda reformasi birokrasi secara berkelanjutan
dengan merustrukturisasi kelembagaan, perbaikan kualitas pelayanan publik serta
meningkatkan kompetensi aparatur;
2. Menyelesaikan
sengketa dan konflik pertanahan, diharapkan dapat berperan sebagai salah satu implementasi
dari Misi Presiden RI yaitu mewujudkan kualitas hidup manusia Indonesia yang
tinggi, maju dan sejahtera;
3. Melaksanakan
pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum, merupakan salah satu
implementasi dari Misi Jokowi-JK yaitu mewujudkan masyarakat maju,
berkesinambungan dan demokratis berdasarkan Negara hukum, yang tercermin dalam
pokok-pokok pengadaan tanah, yaitu memperhatikan keseimbangan antara
kepentingan pembangunan dan kepentingan masyarakat serta harus ada pemberian ganti
kerugian yang layak dan adil.
4. Menyediakan
tanah untuk rakyat (9 juta Ha.), yang kesemuanya harus seiring dengan penataan
ruang di setiap daerah di Indonesia, yang merupakan implementasi Visi Misi
Presiden RI, yang dirumuskan dalam salah satu Nawa Cita-nya yaitu mewujudkan
kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi
domestik dengan mewujudkan kedaulatan pangan secara nasional.
0 komentar:
Posting Komentar