Pages

Subscribe:

Jumat, 14 November 2014

EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN


PELAKSANAAN EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN
BERDASARKAN UU NO. 4 TAHUN 1996

Oleh :
Sumarto, S.H., M.Eng.

I.         UMUM
Pembangunan ekonomi, sebagai bagian dari pembangunan nasional, merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. Dalam rangka memelihara kesinambungan pembangunan tersebut, yang para pelakunya meliputi baik Pemerintah maupun masyarakat sebagai orang perseorangan dan badan hukum, sangat diperlukan dana dalam jumlah yang besar. Dengan meningkatnya kegiatan pembangunan, meningkat juga keperluan akan tersedianya dana, yang sebagian besar diperoleh melalui kegiatan perkreditan.
Mengingat pentingnya kedudukan dana perkreditan tersebut dalam proses pembangunan, sudah semestinya jika pemberi dan penerima kredit serta pihak lain yang terkait mendapat perlindungan melalui suatu lembaga hak jaminan yang kuat dan yang dapat pula memberikan kepastian hukum bagi semua pihak yang berkepentingan.
Dalam rangka mengadakan unifikasi hukum tanah nasional UUPA menyediakan lembaga hak jaminan atas tanah yang disebut Hak Tanggungan. Hak Tanggungan ini menggantikan lembaga hipotik dan creditverband yang merupakan lembaga hak jaminan atas tanah yang lama. Sehubungan dengan itu sejak berlakunya UUPA, Hak Tanggungan merupakan satu-satunya lembaga hak jaminan atas tanah yang ketentuannya diatur dalam hukum tertulis.
Undang Undang No. 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda Yang Berkaitan Dengan Tanah, biasa disebut dengan UUHT bertujuan memberikan landasan untuk dapat berlakunya lembaga Hak Tanggungan yang kuat, yang di dalamnya antara lain menegaskan atau meluruskan persepsi yang kurang tepat di waktu yang lalu. Adanya penegasan/pelurusan berkenaan dengan beberapa masalah tersebut, memerlukan perubahan persepsi dan sikap semua pihak yang berkaitan dengan pelaksanaan Hak Tanggungan ini. UUHT merupakan upaya unifikasi lembaga hukum jaminan. Undang-undang ini memberikan hak kepada kreditor pemegang Hak Tanggungan Pertama untuk menjual objek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri apabila debitor cidera janji (wanprestasi) untuk dieksekusi melalui proses yang singkat dan sederhana, yang pada dasarnya dapat dilakukan dengan cara lelang maupun penjualan dibawah tangan sebagai tindakan pelaksanaan perjanjian.
II.    PENGERTIAN HAK TANGGUNGAN
Hak tanggungan adalah Hak jaminan yang dibebankan pada hak-hak atas tanah, sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-undang No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu untuk pelunasan utang tertentu yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditur-kreditur lain, vide Pasal 1 butir 1 UU No. 4 Tahun 1996.
Hak Tanggungan dapat juga dibebankan kepada benda-benda atau bangunan yang merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut, apabila benda-benda atau bangunan tersebut adalah juga milik dari pemilik atas tanah yang dibebankan hak tanggungan tersebut. Tetapi apabila benda-benda atau bangunan yang ada diatas tanah yang dibebani hak tanggungan itu bukan milik dari pemilik tanah yang ditanggungkan, maka pembebanan hak tanggungan atas benda-benda atau bangunan yang diatas tanah tersebut dan yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, hanya dapat dilakukan dengan persetujuan pemilik benda-benda atau bangunan tersebut atau yang di beri kuasa olehnya dengan akta otentik dan ikut bertanda tangan pada Akta Pemberian Hak Tanggungan. Vide Pasal 4 ayat 4 dan ayat 5 UUHT.
Suatu objek Hak Tanggungan dapat dibebani dengan lebih dari satu Hak Tanggungan guna menjamin pelunasan lebih dari satu utang. Apabila suatu objek hak tanggungan dibebani lebih dari satu hak tanggungan, maka peringkat masing-masing hak tanggungan, ditentukan menurut tanggal pendaftarannya pada Kantor Pertanahan dan apabila tanggal pendaftaran pada Kantor Pertanahan adalah sama, maka peningkatnya ditentukan menurut tanggal pembuatan akta pemberian hak tanggungan pada Kantor Pejabat Pembuat Akta Tanah dimana Akta itu dibuat.
a.   Ciri dan Sifat Hak Tanggungan
Sebagai jaminan pemenuhan kewajiban debitur kepada bank, Hak Tanggungan punya ciri dan sifat khusus yaitu :
1.  Hak Tanggungan memberikan hak preference (Droit De Preference) atau kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu dari pada kreditur lain. Dalam hal ini pemegang Hak Tanggungan sebagai kreditur memperoleh hak didahulukan dari kreditur lainnya untuk memperoleh pembayaran piutangnya dari hasil penjualan objek jaminan kredit yang diikat dengan Hak Tanggungan tersebut. Kedudukan kreditur yang mempunyai hak didahulukan dari kreditur lain akan sangat menguntungkan pada pihak yang bersangkutan dalam memperoleh pembayaran kembali pinjaman uang yang diberikannya kepada debitur yang cidera janji (wanprestasi).
2.   Hak Tanggungan mengikuti tempat benda berada (Droit De Suite). Ini merupakan salah satu kekuatan lain Hak Tanggungan. Jadi, walaupun tanah yang dibebani dengan Hak Tanggungan tersebut dialihkan kepada pihak lain atau orang lain (dalam hal ini misalnya di jual), Hak Tanggungan tersebut tetap melekat pada tanah tersebut, sepanjang belum dihapuskan (dalam praktiknya dikenal dengan istilah dilakukan “roya”) oleh pemegang Hak Tanggungan dimaksud. Peralihan Hak Tanggungan bisa terjadi melalui proses hukum: merger (penggabungan perusahaan), akuisisi (pengambil alihan perusahaan), hibah, maupun pewarisan.
3.  Hak Tanggungan tidak dapat dibagi-bagi, kecuali telah diperjanjikan sebelumnya. Hak Tanggungan dapat digunakan untuk menjamin utang yang sudah ada atau yang akan ada. Yang dimaksud dengan utang yang akan ada adalah utang yang pada saat di buat dan ditandatangani akta pemberian Hak Tanggungan tersebut belum ditetapkan jumlah ataupun bentuknya.
4. Hak Tanggungan memiliki kekuatan eksekutorial. Sertipikat Hak Tanggungan punya kekuatan eksekusi tanpa melalui putusan pengadilan melalui penjualan dimuka umum.
5. Hak Tanggungan memiliki sifat spesialitas dan publisitas. Sifat spesialitas dan publisitas yang menyebabkan timbulnya hak preference kreditur. Dengan adanya publisitas tersebut, pihak ketiga bisa mengecek status tanah melalui kantor pertanahan setempat. Tujuannya untuk menghindari terjadinya suatu transaksi peralihan hak atas tanah dimaksud tanpa persetujuan dari kreditur selaku pemegang Hak Tanggungan (Purnamasari, 2011: 41-45).
Sifat lain dari Hak Tanggungan adalah Hak Tanggungan merupakan accecoir dari perjanjian pokok, artinya bahwa perjanjian Hak Tanggungan bukan merupakan perjanjian yang berdiri sendiri, tetapi keberadaannya adalah karena adanya perjanjian lain yang disebut dengan perjanjian pokok. Perjanjian pokok bagi perjanjian Hak Tanggungan adalah perjanjian hutang piutang yang menimbulkan hutang yang dijamin itu. Jadi apabila perjanjian pokok berakhir maka secara otomatis perjanjian Hak Tanggungan juga berakhir.
b.   Subjek dan objek Hak Tanggungan
1.  Subjek Hak Tanggungan Hak Tanggungan di dalam Pasal 8 sampai dengan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 adalah :
a) Pemberi Hak Tanggungan, dapat perorangan atau badan hukum, yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap objek Hak Tanggungan;
b) Pemegang Hak Tanggungan, terdiri dari perorangan atau badan hukum yang berkedudukan sebagai pihak berpiutang.
2.  Objek Hak Tanggungan dalam UUHT diuraikan bahwa tidak semua hak atas tanah dapat dibebani dengan Hak Tanggungan. Hak Atas Tanah yang dapat dibebani dengan Hak Tanggungan hanyalah hak atas tanah yang berstatus Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai atas tanah Negara yang menurut ketentuan yang berlaku wajib didaftar dan menurut sifatnya dapat dipindahtangankan, sebagaimana Pasal 4 ayat (1) dan (2) UUHT.
c.   Pembebanan Hak Tanggungan
Sesuai dengan sifat Accecoir dari Hak Tanggungan, maka pembebanan Hak Tanggungan didahului dengan perjanjian yang menimbulkan hubungan hukum hutang piutang yang dijamin pelunasannya, yang merupakan perjanjian pokoknya. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 10 ayat (1) Undang-undang Hak Tanggungan yang menyatakan bahwa pemberian Hak Tanggungan didahului dengan janji untuk memberikan Hak Tanggungan sebagaimana jaminan pelunasan hutang tertentu, yang dituangkan di dalam dan merupakan bagian tidak terpisahkan dari perjanjian hutang piutang yang bersangkutan.
Menurut Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang Hak Tanggungan, pemberian Hak Tangggungan wajib didaftarkan pada kantor Pertanahan. Pemberian Hak Tanggungan dilakukan dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) oleh PPAT sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) adalah pejabat umum yang berwenang membuat akta pemindahan Hak Atas Tanah dan akta lain dalam rangka pembebanan Hak Atas Tanah, sebagai bukti perbuatan hukum tertentu mengenai tanah yang terletak dalam daerah kerjanya masing-masing.
d.   Hapusnya Hak Tanggungan
Dalam Pasal 18 UUHT disebutkan beberapa hal yang menyebabkan hapusnya Hak Tanggungan yaitu : hapusnya hutang yang dijamin dengan Hak Tanggungan, dilepaskannya Hak Tanggungan oleh pemegang Hak Tanggungan, pembersihan Hak Tanggungan berdasarkan peringkat oleh Ketua pengadilan Negeri, dan hapusnya hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan.
Hapusnya Hak Tanggungan, karena dilepaskan oleh pemegang Hak Tanggungan dilakukan dengan pemberian pernyataan tertulis oleh pemegang Hak Tanggungan tersebut kepada pemberi Hak Tanggungan. Sedangkan hapusnya Hak Tanggungan, karena pembersihan Hak Tanggungan berdasarkan peringkat Ketua Pengadilan Negeri, terjadi karena adanya permohonan dari pembeli hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan tersebut. Selanjutnya hapusnya Hak Tanggungan karena hapusnya hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan, tidak menyebabkan hapusnya hutang yang dijamin dengan Hak Tanggungan tersebut.
Ada beberapa hal yang dapat menyebabkan hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan itu hapus, yaitu:
a. Jangka waktunya berakhir, kecuali hak atas tanah yang dijadikan obyek Hak Tanggungan diperpanjang sebelum berakhirnya jangka waktunya;
b.  Dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir, karena suatu syarat batal;
c.   Dicabut untuk kepentingan umum;
d.   Dilepaskan dengan suka rela oleh pemilik hak atas tanah;
e.   Tanahnya musnah.
Setelah Hak Tanggungan hapus, berdasarkan Pasal 22 UUHT, Kantor Pertanahan harus mencoret catatan Hak Tanggungan tersebut pada buku tanah hak atas tanah dan sertipikatnya. Sertipikat Hak Tanggungan yang bersangkutan ditarik dan bersama-sama buku tanah Hak Tanggungan dinyatakan tidak berlaku lagi oleh Kantor Pertanahan. Apabila sertipikat Hak Tanggungan tersebut karena sesuatu tidak dikembalikan kepada Kantor Pertanahan, maka hal tersebut dicatat pada buku tanah Hak Tanggungan.
III.   EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN
Salah satu ciri dari Hak Tanggungan adalah mudah dan pasti dalam pelaksanaan eksekusinya apabila dikemudian hari debitor wanprestasi. Eksekusi adalah  pelaksanaan secara paksa putusan pengadilan dengan bantuan kekuatan hukum apabila pihak yang kalah (tereksekusi atau pihak tergugat) tidak mau menjalankan secara sukarela. Eksekusi Hak Tanggungan yaitu apabila debitor cidera janji  maka obyek Hak Tanggungan dijual melalui pelelangan umum sesuai cara yang ditentukan dalam Pasal 6 UUHT dan pemegang Hak Tanggungan berhak mengambil seluruh atau sebagian dari hasilnya untuk pelunasan piutangnya, dengan hak mendahului daripada kreditor-kreditor lain.
Pada dasarnya pelaksanaan putusan atau eksekusi merupakan suatu pelaksanaan terhadap suatu putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap yang dilakukan dengan bantuan pengadilan. Eksekusi objek jaminan adalah pelaksanaan hak kreditur pemegang hak jaminan terhadap objek jaminan apabila terjadi perbuatan ingkar/wanprestasi oleh debitur dengan cara penjualan benda objek jaminan untuk melunasi piutangnya. Hak untuk melaksanakan pemenuhan hak kreditur ini dilakukan dengan cara menjual benda objek jaminan yang hasilnya digunakan sebagai pelunasan piutang krediturnya.
Eksekusi sebagai tindakan hukum yang dilakukan oleh pengadilan kepada pihak yang kalah dalam suatu perkara merupakan aturan dan tata cara lanjutan dari proses pemeriksaan perkara. Suatu putusan pengadilan tidak ada artinya apabila tidak dapat dilaksanakan. Oleh karena itu, putusan hakim mempunyai kekuatan eksekutorial, yaitu kekuatan untuk dapat dilaksanakan apa yang ditetapkan dalam putusan itu secara paksa oleh alat-alat negara.
Eksekusi Hak Tanggungan diatur dalam Pasal 20 UUHT yang telah menentukan bahwa jika debitor wanprestasi, maka :
a.  berdasarkan hak yang ada pada pemegang Hak Tanggungan pertama yaitu janji untuk menjual objek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum atau atas kesepakatan pemberi dan pemegang Hak Tanggungan dapat dijual dibawah tangan;
b.  berdasarkan irah-irah yang terdapat dalam sertifikat Hak Tanggungan mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan keputusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap.
Ketentuan ayat ini merupakan perwujudan dari kemudahan yang disediakan oleh undang-undang ini bagi para kreditur pemegang Hak Tanggungan dalam hal harus dilakukan eksekusi.
Rumusan ini secara jelas menyatakan bahwa eksekusi Hak Tanggungan berdasarkan janji yang diberikan dalam Pasal 11 ayat (2) huruf e UUHT jo. Pasal 6 UUHT, dan irah-irah eksekutorial “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA” yang disebut dalam Pasal 14 ayat (2) UUHT dapat dilaksanakan melalui pelelangan umum, kecuali dalam hal-hal tertentu yang menguntungkan dan disetujui oleh kedua belah pihak, dimungkinkan untuk melaksanakan eksekusi melalui penjualan sukarela, dengan segala konsekuensinya bagi pembeli (Pasal 19 UUHT).
Berdasarkan Pasal 6 UUHT, kreditur pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum, dari hasil pelelangan tersebut kreditur mengambil untuk pelunasan piutangnya, atau yang biasa disebut dengan parate eksekusi. Penjelasan Pasal 6 UUHT memberikan ketentuan, bahwa parate eksekusi tersebut didasarkan pada yang diperjanjikan dalam suatu Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT).
Kelebihan dari parate eksekusi bahwa ia tidak memerlukan keterlibatan Pengadilan Negeri sehingga merupakan jalan yang mudah dan cepat dalam menyelesaikan piutang kreditur. Kelemahannya, apabila debitur atau pihak ketiga yang tidak berkenan atas eksekusi yang dilakukan oleh kreditur, maka pihak ketiga harus mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri. Oleh karena cara yang digunakan harus dengan gugatan, maka gugatan yang diajukan tersebut akan "dapat" menunda eksekusi apabila belum dilakukan pelelangan, sehingga eksekusi dapat menjadi berlarut-larut. Demikian pula bagi pemenang lelang, apabila debitur tidak bersedia mengosongkan obyek Hak Tanggungan cara penyelesaiannya juga dengan mengajukan gugatan, sehingga akan tetap membutuhkan waktu dan biaya yang tidak sedikit.
Eksekusi berdasarkan kekuatan eksekutorial ada sisi lebih dan kekurangannya. Kelebihan eksekusi berdasarkan kekuatan eksekutorial sertifikat Hak Tanggungan yang melibatkan Pengadilan Negeri, yaitu meskipun ada perlawanan, Pengadilan dapat melaksanakan eksekusi. Bagi pemenang lelang, pengosongan obyek Hak Tanggungan berdasarkan pasal 224 HIR akan lebih mudah dan pasti dibandingkan dengan parate eksekusi yang terlebih dahulu harus mengajukan gugatan. Sedangkan kelemahannya adalah, apabila memang tidak ada masalah dalam Sertifikat Hak Tanggungan yang menyangkut syarat formil atau nyata materiil, akan memerlukan waktu dan biaya yang tidak sedikit, dibanding parate eksekusi. Walaupun masing-masing eksekusi tersebut terdapat kelemahan dan kelebihan, akan tetapi preferensi kreditur pemegang Hak Tanggungan tetap dijamin untuk kepastian hukumnya.
Dalam praktiknya, eksekusi Hak Tanggungan dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara, yaitu melalui melalui proses lelang dan melalui penjualan di bawah tangan. Proses eksekusi Hak Tanggungan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.   Penjualan jaminan melalui lelang
Yang dimaksud penjualan jaminan melalui proses lelang adalah penawaran langsung oleh peserta lelang dengan sistem harga naik-naik, yakni penawaran pertama dilemparkan oleh juru lelang dengan standar harga terbatas dan pemenangnya adalah penawar harga tertinggi. Proses Pelelangan tersebut merupakan pelelangan umum yang diatur dalam Pasal 20 ayat (1) Undang-undang Hak Tanggungan. Pelelangan umum adalah cara alternatif apabila penyelamatan kredit bermasalah yang dilakukan oleh pihak kreditur tidak berhasil. Dalam Pasal 6 Undang-Undang Hak Tanggungan memberikan kewenangan kepada pemegang Hak Tanggungan pertama untuk menjual objek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut, apabila debitur cidera janji, dan pemegang Hak Tanggungan pertama tidak perlu meninta persetujuan terlebih dahulu dari pemberi Hak Tanggungan serta tidak perlu pula meminta penetapan dari Ketua Pengadilan Negeri setempat untuk melakukan eksekusi tersebut. Sehingga cukuplah apabila pemegang Hak Tanggungan pertama itu mengajukan permohonan kepada kepala kantor lelang negara setempat untuk pelaksanaan pelelangan umum dalam rangka eksekusi objek Hak Tanggungan tersebut. Sebab kewenangan pemegang Hak Tanggungan pertama itu merupakan kewenagan yang diberikan oleh undangundang artinya kewenangan tersebut dipunyai demi hukum. Karena itu Kepala Kantor Lelang Negara harus menghormati dan mematuhi kewenangan tersebut. Sedangkan menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 tentang petunjuk pelaksanaan lelang, pengertian lelang adalah penjualan barang yang terbuka untuk umum dengan penawaran harga secara tertulis dan/atau lisan yang semakin meningkat atau menurun untuk mencapai harga tertinggi yang didahului dengan pengumuman lelang.
2.   Penjualan dibawah tangan.
Yang dimaksud dengan penjualan dibawah tangan adalah penjualan atas tanah yang dijadikan sebagai jaminan dan dibebani dengan Hak Tanggungan oleh kreditur sendiri secara langsung kepada orang atau pihak lain yang berminat, tetapi dibantu juga oleh pemilik tanah dimaksud. Namun hati-hati pelaksanaan penjualan jaminan dibawah tangan ini harus didahului dengan pemberitahuan kepada pihak-pihak terkait dan diumumkan dalam 2 (dua) surat kabar yang terbit di daerah tempat lokasi tanah dan bangunan berada. Hal ini dilakukan minimal 1 (satu) bulan sebelum penjualan dilakukan, serta tidak ada sanggahan dari pihak manapun, apabila tidak dilakukan penjualan batal demi hukum.
Pelaksanaan penjualan dibawah tangan dapat dilakukan ketika debitur atau pemilik tanah yang dibebani hak tanggungan masih kooperatif dengan pihak bank. Debitur bersedia pula untuk hadir lagi guna membuat dan menandatangani akta-akta atau dokumen-dokumen berkaitan dengan penjualan tanah yang dibebani Hak Tanggungan
IV.      KESIMPULAN
1.   Hak tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak-hak atas tanah, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang No.5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu yang memberikan kedudukan yang di utamakan kepada kreditor. Vide Pasal 1 butir 1 UU. No.4 Tahun 1996.
2.   Hak Tanggungan wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan dalam tenggang waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari setelah penanda tanganan Akta Pemberian Hak Tanggungan pada Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Sebagai bukti adanya hak tanggungan, Kantor Pertanahan menerbitkan sertifikat Hak tanggungan yang memuat irah-irah dengan kata-kata “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Maha Esa”.
3.   Sertifikat hak tanggungan mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Suatu objek Hak tanggungan dapat dibebani dengan lebih dari satu hak tanggungan, guna menjamin pelunasan lebih dari satu utang. Dan dalam hal suatu objek tanggungan dibebani lebih dari satu hak tanggungan maka peringkat hak tanggungan tersebut ditentukan menurut tanggal pendaftaran pada Kantor Pertanahan dan apabila tanggal pendaftaran pada Kantor Pertanahan adalah sama maka peringkat ditentukan menurut tanggal pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan pada Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).
4.   Eksekusi Hak Tanggungan terjadi apabila debitor cidera janji dan dapat dilakukan secara dibawah tangan atau melalui Pengadilan Negeri. Eksekusi Hak Tanggungan melalui Pengadilan dilakukan sebagaimana eksekusi putusan Pengadilan yang telah berkekuatan tetap yang diawal dengan pemanggilan debitor untuk di tegor atau dinasehati, untuk memenuhi kewajibannya kepada kreditor dalam tanggungan waktu 8 (delapan) hari dan apabila hal ini tidak dipenuhi, maka akan diadakan pelelangan atas objek hak tanggungan dengan meminta bantuan Kantor Lelang Negara.
V.        DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Fauzi, ------, Eksistansi Hak Tanggungan Dalam Kredit Perbankan;
Ahmad Mustain, 2013, Perlindungan Hukum Kreditur Pemegang Sertipikat Hak Tanggungan Terhadap Pelaksanaan Eksekusi Hak Tanggungan PT. BRI (Persero) Tbk. Kantor Cabang Cepu, Skripsi Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang;
Anonim, ------, Undang Undang No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria;
Anonim, -------, Undang Undang No. 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah;
Basiran, 2009, Pelaksanaan Eksekusi Hak Tanggungan Melalui Pasal 6 Undang Undang No. 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Berikut Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah Di PT. Bank UOB Buana Cabang Green Garden Jakarta Barat, Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro;
Djafni Djamal, ------, Perlawanan Terhadap Eksekusi Hak Tanggungan Dan Pengosongan Obyek Lelang, Makalah disampaikan pada Pelatihan Tematik Hukum Acara Perdata” bagai Hakim di lingkungan Peradilan Umum;
Netty Endrawati, --------, Eksekusi Hak Tanggungan Oleh Kreditur Preferen Menurut Undang Undang No. 4 Tahun 1996 dan Undang Undang No. 4 Tahun 1998;
Sofyan Zehri, Prosedur Eksekusi Jaminan Hak Tanggungan (HT) Dalam Sengketa Bisnis Syariah;

0 komentar:

Posting Komentar