PELAKSANAAN EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN
BERDASARKAN UU NO. 4 TAHUN 1996
Oleh :
Sumarto, S.H., M.Eng.
I.
UMUM
Pembangunan ekonomi, sebagai bagian dari
pembangunan nasional, merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan
rakyat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.
Dalam rangka memelihara kesinambungan pembangunan tersebut, yang para pelakunya
meliputi baik Pemerintah maupun masyarakat sebagai orang perseorangan dan badan
hukum, sangat diperlukan dana dalam jumlah yang besar. Dengan meningkatnya
kegiatan pembangunan, meningkat juga keperluan akan tersedianya dana, yang
sebagian besar diperoleh melalui kegiatan perkreditan.
Mengingat pentingnya kedudukan dana perkreditan
tersebut dalam proses pembangunan, sudah semestinya jika pemberi dan penerima
kredit serta pihak lain yang terkait mendapat perlindungan melalui suatu
lembaga hak jaminan yang kuat dan yang dapat pula memberikan kepastian hukum bagi
semua pihak yang berkepentingan.
Dalam
rangka mengadakan unifikasi hukum tanah nasional UUPA menyediakan lembaga hak
jaminan atas tanah yang disebut Hak Tanggungan. Hak Tanggungan ini menggantikan
lembaga hipotik dan creditverband yang merupakan lembaga hak jaminan atas tanah
yang lama. Sehubungan dengan itu sejak berlakunya UUPA, Hak Tanggungan
merupakan satu-satunya lembaga hak jaminan atas tanah yang ketentuannya diatur
dalam hukum tertulis.
Undang
Undang No. 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda
Yang Berkaitan Dengan Tanah, biasa disebut dengan UUHT bertujuan memberikan
landasan untuk dapat berlakunya lembaga Hak Tanggungan yang kuat, yang di
dalamnya antara lain menegaskan atau meluruskan persepsi yang kurang tepat di
waktu yang lalu. Adanya penegasan/pelurusan berkenaan dengan beberapa masalah
tersebut, memerlukan perubahan persepsi dan sikap semua pihak yang berkaitan
dengan pelaksanaan Hak Tanggungan ini. UUHT merupakan upaya unifikasi lembaga
hukum jaminan. Undang-undang ini memberikan hak kepada kreditor pemegang Hak Tanggungan
Pertama untuk menjual objek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri apabila
debitor cidera janji (wanprestasi) untuk dieksekusi melalui proses yang singkat
dan sederhana, yang pada dasarnya dapat dilakukan dengan cara lelang maupun
penjualan dibawah tangan sebagai tindakan pelaksanaan perjanjian.
II. PENGERTIAN HAK TANGGUNGAN
Hak
tanggungan adalah Hak jaminan yang dibebankan pada hak-hak atas tanah,
sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-undang No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan
Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang
merupakan satu kesatuan dengan tanah itu untuk pelunasan utang tertentu yang
memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap
kreditur-kreditur lain, vide Pasal 1 butir 1 UU No. 4 Tahun 1996.
Hak
Tanggungan dapat juga dibebankan kepada benda-benda atau bangunan yang
merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut, apabila benda-benda atau
bangunan tersebut adalah juga milik dari pemilik atas tanah yang dibebankan hak
tanggungan tersebut. Tetapi apabila benda-benda atau bangunan yang ada diatas
tanah yang dibebani hak tanggungan itu bukan milik dari pemilik tanah yang
ditanggungkan, maka pembebanan hak tanggungan atas benda-benda atau bangunan
yang diatas tanah tersebut dan yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu,
hanya dapat dilakukan dengan persetujuan pemilik benda-benda atau bangunan
tersebut atau yang di beri kuasa olehnya dengan akta otentik dan ikut bertanda
tangan pada Akta Pemberian Hak Tanggungan. Vide Pasal 4 ayat 4 dan ayat 5 UUHT.
Suatu objek Hak Tanggungan dapat
dibebani dengan lebih dari satu Hak Tanggungan guna menjamin pelunasan lebih
dari satu utang. Apabila suatu objek hak tanggungan dibebani lebih dari satu
hak tanggungan, maka peringkat masing-masing hak tanggungan, ditentukan menurut
tanggal pendaftarannya pada Kantor Pertanahan dan apabila tanggal pendaftaran
pada Kantor Pertanahan adalah sama, maka peningkatnya ditentukan menurut
tanggal pembuatan akta pemberian hak tanggungan pada Kantor Pejabat Pembuat Akta
Tanah dimana Akta itu dibuat.
a. Ciri dan Sifat Hak Tanggungan
Sebagai
jaminan pemenuhan kewajiban debitur kepada bank, Hak Tanggungan punya ciri dan
sifat khusus yaitu :
1. Hak Tanggungan memberikan hak preference (Droit De Preference) atau
kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu dari pada kreditur lain. Dalam
hal ini pemegang Hak Tanggungan sebagai kreditur memperoleh hak didahulukan
dari kreditur lainnya untuk memperoleh pembayaran piutangnya dari hasil
penjualan objek jaminan kredit yang diikat dengan Hak Tanggungan tersebut.
Kedudukan kreditur yang mempunyai hak didahulukan dari kreditur lain akan
sangat menguntungkan pada pihak yang bersangkutan dalam memperoleh pembayaran
kembali pinjaman uang yang diberikannya kepada debitur yang cidera janji
(wanprestasi).
2. Hak Tanggungan mengikuti tempat benda berada (Droit De Suite).
Ini merupakan salah satu kekuatan lain Hak Tanggungan. Jadi, walaupun tanah yang
dibebani dengan Hak Tanggungan tersebut dialihkan kepada pihak lain atau orang
lain (dalam hal ini misalnya di jual), Hak Tanggungan tersebut tetap melekat
pada tanah tersebut, sepanjang belum dihapuskan (dalam praktiknya dikenal
dengan istilah dilakukan “roya”) oleh pemegang Hak Tanggungan dimaksud.
Peralihan Hak Tanggungan bisa terjadi melalui proses hukum: merger (penggabungan
perusahaan), akuisisi (pengambil alihan perusahaan), hibah, maupun pewarisan.
3. Hak Tanggungan tidak dapat dibagi-bagi, kecuali telah
diperjanjikan sebelumnya. Hak Tanggungan dapat digunakan untuk menjamin utang
yang sudah ada atau yang akan ada. Yang dimaksud dengan utang yang akan ada adalah
utang yang pada saat di buat dan ditandatangani akta pemberian Hak Tanggungan
tersebut belum ditetapkan jumlah ataupun bentuknya.
4. Hak Tanggungan memiliki kekuatan eksekutorial. Sertipikat Hak
Tanggungan punya kekuatan eksekusi tanpa melalui putusan pengadilan melalui
penjualan dimuka umum.
5. Hak Tanggungan memiliki sifat spesialitas dan publisitas. Sifat
spesialitas dan publisitas yang menyebabkan timbulnya hak preference kreditur.
Dengan adanya publisitas tersebut, pihak ketiga bisa mengecek status tanah
melalui kantor pertanahan setempat. Tujuannya untuk menghindari terjadinya
suatu transaksi peralihan hak atas tanah dimaksud tanpa persetujuan dari
kreditur selaku pemegang Hak Tanggungan (Purnamasari, 2011: 41-45).
Sifat
lain dari Hak Tanggungan adalah Hak Tanggungan merupakan accecoir dari
perjanjian pokok, artinya bahwa perjanjian Hak Tanggungan bukan merupakan
perjanjian yang berdiri sendiri, tetapi keberadaannya adalah karena adanya
perjanjian lain yang disebut dengan perjanjian pokok. Perjanjian pokok bagi
perjanjian Hak Tanggungan adalah perjanjian hutang piutang yang menimbulkan
hutang yang dijamin itu. Jadi apabila perjanjian pokok berakhir maka secara
otomatis perjanjian Hak Tanggungan juga berakhir.
b. Subjek dan objek Hak Tanggungan
1. Subjek Hak Tanggungan Hak Tanggungan di dalam Pasal 8 sampai dengan
Pasal 9 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 adalah :
a) Pemberi Hak Tanggungan, dapat
perorangan atau badan hukum, yang mempunyai kewenangan untuk melakukan
perbuatan hukum terhadap objek Hak Tanggungan;
b) Pemegang Hak Tanggungan,
terdiri dari perorangan atau badan hukum yang berkedudukan sebagai pihak
berpiutang.
2. Objek Hak Tanggungan dalam UUHT diuraikan bahwa tidak semua hak
atas tanah dapat dibebani dengan Hak Tanggungan. Hak Atas Tanah yang dapat
dibebani dengan Hak Tanggungan hanyalah hak atas tanah yang berstatus Hak
Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai atas tanah Negara yang
menurut ketentuan yang berlaku wajib didaftar dan menurut sifatnya dapat
dipindahtangankan, sebagaimana Pasal 4 ayat (1) dan (2) UUHT.
c. Pembebanan Hak Tanggungan
Sesuai
dengan sifat Accecoir dari Hak Tanggungan, maka pembebanan Hak
Tanggungan didahului dengan perjanjian yang menimbulkan hubungan hukum hutang
piutang yang dijamin pelunasannya, yang merupakan perjanjian pokoknya. Hal ini
sebagaimana diatur dalam Pasal 10 ayat (1) Undang-undang Hak Tanggungan yang
menyatakan bahwa pemberian Hak Tanggungan didahului dengan janji untuk
memberikan Hak Tanggungan sebagaimana jaminan pelunasan hutang tertentu, yang
dituangkan di dalam dan merupakan bagian tidak terpisahkan dari perjanjian
hutang piutang yang bersangkutan.
Menurut
Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang Hak Tanggungan, pemberian Hak Tangggungan wajib
didaftarkan pada kantor Pertanahan. Pemberian Hak Tanggungan dilakukan dengan
pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) oleh PPAT sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) adalah
pejabat umum yang berwenang membuat akta pemindahan Hak Atas Tanah dan akta
lain dalam rangka pembebanan Hak Atas Tanah, sebagai bukti perbuatan hukum
tertentu mengenai tanah yang terletak dalam daerah kerjanya masing-masing.
d. Hapusnya Hak Tanggungan
Dalam
Pasal 18 UUHT disebutkan beberapa hal yang menyebabkan hapusnya Hak Tanggungan
yaitu : hapusnya hutang yang dijamin dengan Hak Tanggungan, dilepaskannya Hak
Tanggungan oleh pemegang Hak Tanggungan, pembersihan Hak Tanggungan berdasarkan
peringkat oleh Ketua pengadilan Negeri, dan hapusnya hak atas tanah yang
dibebani Hak Tanggungan.
Hapusnya
Hak Tanggungan, karena dilepaskan oleh pemegang Hak Tanggungan dilakukan dengan
pemberian pernyataan tertulis oleh pemegang Hak Tanggungan tersebut kepada pemberi
Hak Tanggungan. Sedangkan hapusnya Hak Tanggungan, karena pembersihan Hak
Tanggungan berdasarkan peringkat Ketua Pengadilan Negeri, terjadi karena adanya
permohonan dari pembeli hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan tersebut. Selanjutnya
hapusnya Hak Tanggungan karena hapusnya hak atas tanah yang dibebani Hak
Tanggungan, tidak menyebabkan hapusnya hutang yang dijamin dengan Hak
Tanggungan tersebut.
Ada
beberapa hal yang dapat menyebabkan hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan
itu hapus, yaitu:
a. Jangka waktunya berakhir, kecuali hak atas tanah yang dijadikan
obyek Hak Tanggungan diperpanjang sebelum berakhirnya jangka waktunya;
b. Dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir, karena suatu syarat
batal;
c. Dicabut untuk kepentingan umum;
d. Dilepaskan dengan suka rela oleh pemilik hak atas tanah;
e. Tanahnya musnah.
Setelah
Hak Tanggungan hapus, berdasarkan Pasal 22 UUHT, Kantor Pertanahan harus mencoret
catatan Hak Tanggungan tersebut pada buku tanah hak atas tanah dan
sertipikatnya. Sertipikat Hak Tanggungan yang bersangkutan ditarik dan
bersama-sama buku tanah Hak Tanggungan dinyatakan tidak berlaku lagi oleh
Kantor Pertanahan. Apabila sertipikat Hak Tanggungan tersebut karena sesuatu
tidak dikembalikan kepada Kantor Pertanahan, maka hal tersebut dicatat pada
buku tanah Hak Tanggungan.
III. EKSEKUSI HAK
TANGGUNGAN
Salah
satu ciri dari Hak Tanggungan adalah mudah dan pasti dalam pelaksanaan
eksekusinya apabila dikemudian hari debitor wanprestasi. Eksekusi adalah pelaksanaan secara paksa putusan pengadilan
dengan bantuan kekuatan hukum apabila pihak yang kalah (tereksekusi atau pihak
tergugat) tidak mau menjalankan secara sukarela. Eksekusi Hak Tanggungan yaitu
apabila debitor cidera janji maka obyek
Hak Tanggungan dijual melalui pelelangan umum sesuai cara yang ditentukan dalam
Pasal 6 UUHT dan pemegang Hak Tanggungan berhak mengambil seluruh atau sebagian
dari hasilnya untuk pelunasan piutangnya, dengan hak mendahului daripada
kreditor-kreditor lain.
Pada
dasarnya pelaksanaan putusan atau eksekusi merupakan suatu pelaksanaan terhadap
suatu putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap yang dilakukan dengan bantuan
pengadilan. Eksekusi objek jaminan adalah pelaksanaan hak kreditur pemegang hak
jaminan terhadap objek jaminan apabila terjadi perbuatan ingkar/wanprestasi
oleh debitur dengan cara penjualan benda objek jaminan untuk melunasi
piutangnya. Hak untuk melaksanakan pemenuhan hak kreditur ini dilakukan dengan
cara menjual benda objek jaminan yang hasilnya digunakan sebagai pelunasan piutang
krediturnya.
Eksekusi
sebagai tindakan hukum yang dilakukan oleh pengadilan kepada pihak yang kalah
dalam suatu perkara merupakan aturan dan tata cara lanjutan dari proses
pemeriksaan perkara. Suatu putusan pengadilan tidak ada artinya apabila tidak dapat
dilaksanakan. Oleh karena itu, putusan hakim mempunyai kekuatan eksekutorial,
yaitu kekuatan untuk dapat dilaksanakan apa yang ditetapkan dalam putusan itu
secara paksa oleh alat-alat negara.
Eksekusi
Hak Tanggungan diatur dalam Pasal 20 UUHT yang telah menentukan bahwa jika
debitor wanprestasi, maka :
a. berdasarkan hak yang ada pada pemegang Hak Tanggungan pertama yaitu
janji untuk menjual objek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan
umum atau atas kesepakatan pemberi dan pemegang Hak Tanggungan dapat dijual
dibawah tangan;
b. berdasarkan irah-irah yang terdapat dalam sertifikat Hak Tanggungan
mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan keputusan hakim yang telah
mempunyai kekuatan hukum yang tetap.
Ketentuan
ayat ini merupakan perwujudan dari kemudahan yang disediakan oleh undang-undang
ini bagi para kreditur pemegang Hak Tanggungan dalam hal harus dilakukan
eksekusi.
Rumusan
ini secara jelas menyatakan bahwa eksekusi Hak Tanggungan berdasarkan janji
yang diberikan dalam Pasal 11 ayat (2) huruf e UUHT jo. Pasal 6 UUHT, dan
irah-irah eksekutorial “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA” yang
disebut dalam Pasal 14 ayat (2) UUHT dapat dilaksanakan melalui pelelangan
umum, kecuali dalam hal-hal tertentu yang menguntungkan dan disetujui oleh
kedua belah pihak, dimungkinkan untuk melaksanakan eksekusi melalui penjualan
sukarela, dengan segala konsekuensinya bagi pembeli (Pasal 19 UUHT).
Berdasarkan
Pasal 6 UUHT, kreditur pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk
menjual obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum,
dari hasil pelelangan tersebut kreditur mengambil untuk pelunasan piutangnya,
atau yang biasa disebut dengan parate eksekusi. Penjelasan Pasal 6 UUHT
memberikan ketentuan, bahwa parate eksekusi tersebut didasarkan pada
yang diperjanjikan dalam suatu Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT).
Kelebihan
dari parate eksekusi bahwa ia tidak memerlukan keterlibatan Pengadilan
Negeri sehingga merupakan jalan yang mudah dan cepat dalam menyelesaikan
piutang kreditur. Kelemahannya, apabila debitur atau pihak ketiga yang tidak
berkenan atas eksekusi yang dilakukan oleh kreditur, maka pihak ketiga harus
mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri. Oleh karena cara yang digunakan harus
dengan gugatan, maka gugatan yang diajukan tersebut akan "dapat"
menunda eksekusi apabila belum dilakukan pelelangan, sehingga eksekusi dapat
menjadi berlarut-larut. Demikian pula bagi pemenang lelang, apabila debitur
tidak bersedia mengosongkan obyek Hak Tanggungan cara penyelesaiannya juga
dengan mengajukan gugatan, sehingga akan tetap membutuhkan waktu dan biaya yang
tidak sedikit.
Eksekusi
berdasarkan kekuatan eksekutorial ada sisi lebih dan kekurangannya. Kelebihan
eksekusi berdasarkan kekuatan eksekutorial sertifikat Hak Tanggungan yang
melibatkan Pengadilan Negeri, yaitu meskipun ada perlawanan, Pengadilan dapat
melaksanakan eksekusi. Bagi pemenang lelang, pengosongan obyek Hak Tanggungan
berdasarkan pasal 224 HIR akan lebih mudah dan pasti dibandingkan dengan parate
eksekusi yang terlebih dahulu harus mengajukan gugatan. Sedangkan kelemahannya
adalah, apabila memang tidak ada masalah dalam Sertifikat Hak Tanggungan yang
menyangkut syarat formil atau nyata materiil, akan memerlukan waktu dan biaya
yang tidak sedikit, dibanding parate eksekusi. Walaupun masing-masing eksekusi
tersebut terdapat kelemahan dan kelebihan, akan tetapi preferensi kreditur
pemegang Hak Tanggungan tetap dijamin untuk kepastian hukumnya.
Dalam
praktiknya, eksekusi Hak Tanggungan dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara, yaitu
melalui melalui proses lelang dan melalui penjualan di bawah tangan. Proses
eksekusi Hak Tanggungan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Penjualan jaminan melalui lelang
Yang
dimaksud penjualan jaminan melalui proses lelang adalah penawaran langsung oleh
peserta lelang dengan sistem harga naik-naik, yakni penawaran pertama
dilemparkan oleh juru lelang dengan standar harga terbatas dan pemenangnya
adalah penawar harga tertinggi. Proses Pelelangan tersebut merupakan pelelangan
umum yang diatur dalam Pasal 20 ayat (1) Undang-undang Hak Tanggungan. Pelelangan
umum adalah cara alternatif apabila penyelamatan kredit bermasalah yang
dilakukan oleh pihak kreditur tidak berhasil. Dalam Pasal 6 Undang-Undang Hak
Tanggungan memberikan kewenangan kepada pemegang Hak Tanggungan pertama untuk
menjual objek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum
serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut, apabila
debitur cidera janji, dan pemegang Hak Tanggungan pertama tidak perlu meninta
persetujuan terlebih dahulu dari pemberi Hak Tanggungan serta tidak perlu pula
meminta penetapan dari Ketua Pengadilan Negeri setempat untuk melakukan
eksekusi tersebut. Sehingga cukuplah apabila pemegang Hak Tanggungan pertama
itu mengajukan permohonan kepada kepala kantor lelang negara setempat untuk
pelaksanaan pelelangan umum dalam rangka eksekusi objek Hak Tanggungan
tersebut. Sebab kewenangan pemegang Hak Tanggungan pertama itu merupakan
kewenagan yang diberikan oleh undangundang artinya kewenangan tersebut dipunyai
demi hukum. Karena itu Kepala Kantor Lelang Negara harus menghormati dan
mematuhi kewenangan tersebut. Sedangkan menurut Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 93/PMK.06/2010 tentang petunjuk pelaksanaan lelang, pengertian lelang
adalah penjualan barang yang terbuka untuk umum dengan penawaran harga secara
tertulis dan/atau lisan yang semakin meningkat atau menurun untuk mencapai
harga tertinggi yang didahului dengan pengumuman lelang.
2. Penjualan dibawah tangan.
Yang
dimaksud dengan penjualan dibawah tangan adalah penjualan atas tanah yang
dijadikan sebagai jaminan dan dibebani dengan Hak Tanggungan oleh kreditur
sendiri secara langsung kepada orang atau pihak lain yang berminat, tetapi
dibantu juga oleh pemilik tanah dimaksud. Namun hati-hati pelaksanaan penjualan
jaminan dibawah tangan ini harus didahului dengan pemberitahuan kepada
pihak-pihak terkait dan diumumkan dalam 2 (dua) surat kabar yang terbit di
daerah tempat lokasi tanah dan bangunan berada. Hal ini dilakukan minimal 1
(satu) bulan sebelum penjualan dilakukan, serta tidak ada sanggahan dari pihak
manapun, apabila tidak dilakukan penjualan batal demi hukum.
Pelaksanaan
penjualan dibawah tangan dapat dilakukan ketika debitur atau pemilik tanah yang
dibebani hak tanggungan masih kooperatif dengan pihak bank. Debitur bersedia
pula untuk hadir lagi guna membuat dan menandatangani akta-akta atau
dokumen-dokumen berkaitan dengan penjualan tanah yang dibebani Hak Tanggungan
IV.
KESIMPULAN
1. Hak tanggungan adalah
hak jaminan yang dibebankan pada hak-hak atas tanah, sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang No.5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria, berikut
atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah
itu, untuk pelunasan utang tertentu yang memberikan kedudukan yang di utamakan
kepada kreditor. Vide Pasal 1 butir 1 UU. No.4 Tahun 1996.
2. Hak Tanggungan wajib
didaftarkan pada Kantor Pertanahan dalam tenggang waktu selambat-lambatnya 7
(tujuh) hari setelah penanda tanganan Akta Pemberian Hak Tanggungan pada Pejabat
Pembuat Akta Tanah (PPAT). Sebagai bukti adanya hak tanggungan, Kantor
Pertanahan menerbitkan sertifikat Hak tanggungan yang memuat irah-irah dengan
kata-kata “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Maha Esa”.
3. Sertifikat hak
tanggungan mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan Pengadilan
yang telah berkekuatan hukum tetap. Suatu objek Hak tanggungan dapat dibebani
dengan lebih dari satu hak tanggungan, guna menjamin pelunasan lebih dari satu
utang. Dan dalam hal suatu objek tanggungan dibebani lebih dari satu hak
tanggungan maka peringkat hak tanggungan tersebut ditentukan menurut tanggal
pendaftaran pada Kantor Pertanahan dan apabila tanggal pendaftaran pada Kantor
Pertanahan adalah sama maka peringkat ditentukan menurut tanggal pembuatan Akta
Pemberian Hak Tanggungan pada Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).
4. Eksekusi Hak Tanggungan
terjadi apabila debitor cidera janji dan dapat dilakukan secara dibawah tangan
atau melalui Pengadilan Negeri. Eksekusi Hak Tanggungan melalui Pengadilan
dilakukan sebagaimana eksekusi putusan Pengadilan yang telah berkekuatan tetap
yang diawal dengan pemanggilan debitor untuk di tegor atau dinasehati, untuk
memenuhi kewajibannya kepada kreditor dalam tanggungan waktu 8 (delapan) hari
dan apabila hal ini tidak dipenuhi, maka akan diadakan pelelangan atas objek
hak tanggungan dengan meminta bantuan Kantor Lelang Negara.
V.
DAFTAR
PUSTAKA
Ahmad Fauzi, ------,
Eksistansi Hak Tanggungan Dalam Kredit Perbankan;
Ahmad Mustain, 2013,
Perlindungan Hukum Kreditur Pemegang Sertipikat Hak Tanggungan Terhadap
Pelaksanaan Eksekusi Hak Tanggungan PT. BRI (Persero) Tbk. Kantor Cabang Cepu,
Skripsi Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang;
Anonim, ------, Undang
Undang No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria;
Anonim, -------, Undang
Undang No. 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda
Yang Berkaitan Dengan Tanah;
Basiran, 2009, Pelaksanaan
Eksekusi Hak Tanggungan Melalui Pasal 6 Undang Undang No. 4 Tahun 1996 Tentang
Hak Tanggungan Atas Tanah Berikut Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah Di
PT. Bank UOB Buana Cabang Green Garden Jakarta Barat, Tesis, Program Studi
Magister Kenotariatan Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro;
Djafni Djamal, ------,
Perlawanan Terhadap Eksekusi Hak Tanggungan Dan Pengosongan Obyek Lelang, Makalah
disampaikan pada Pelatihan
Tematik Hukum Acara Perdata” bagai Hakim di lingkungan Peradilan Umum;
Netty Endrawati, --------, Eksekusi
Hak Tanggungan Oleh Kreditur Preferen Menurut Undang Undang No. 4 Tahun 1996
dan Undang Undang No. 4 Tahun 1998;
Sofyan Zehri, Prosedur
Eksekusi Jaminan Hak Tanggungan (HT) Dalam Sengketa Bisnis Syariah;
http://pusatbantuanhukum.blogspot.com/2009/04/eksekusi-hak-tanggungan-apabila-debitor.html
didownload tanggal 13 Juni 2014;
http://www.hukumproperti.com/2012/11/26/pembebanan-hak-atas-tanah-dengan-hak-tanggungan/
didownload tanggal
13 Juni 2014;
https://www.djkn.kemenkeu.go.id/beritamedia/eksekusi-hak-tanggungan-kredit-macet didownload tanggal 13 Juni 2014.
0 komentar:
Posting Komentar