Pages

Subscribe:

Kamis, 05 Maret 2015

KEBIJAKAN PERTANAHAN DALAM MENDUKUNG INDUSTRI HULU MIGAS



 KEBIJAKAN PERTANAHAN DALAM MENDUKUNG
INDUSTRI HULU MIGAS

Oleh :
Sumarto, S.H., M.Eng.

 
Sebagai salah satu Negara yang luas di dunia, Indonesia tidak hanya memiliki wilayah daratan dan perarian yang luas tetapi juga kaya dengan sumber daya alam, termasuk salah satunya adalah minyak dan gas bumi. Pengelolaan sumber daya alam minyak dan gas bumi merupakan suatu hal yang sangat penting untuk dibicarakan dalam kerangka pelaksanaan pembangunan nasional. Minyak dan gas bumi merupakan sumber daya alam strategis tidak terbarukan yang dikuasai oleh negara dan merupakan komoditas vital yang menguasai hajat hidup orang banyak, serta mempunyai peranan penting dalam perekonomian nasional, sehingga pengelolaannya harus dapat secara maksimal memberikan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Selain itu kegiatan usaha minyak dan gas bumi mempunyai peranan penting dalam memberikan nilai tambah secara nyata kepada pertumbuhan ekonomi nasional yang meningkat dan berkelanjutan.
Semua kegiatan usaha minyak dan gas bumi, terutama kegiatan usaha hulu yang mencakup eksplorasi dan ekploitasi selalu memerlukan tanah sebagai wadahnya. Tujuan Pemerintah dalam menyelenggarakan kegiatan usaha minyak dan gas bumi, antara lain meningkatkan pendapatan Negara untuk memberikan kontribusi yang sebesar besarnya bagi perekonomian nasional, mengembangkan serta memperkuat posisi industri dan perdagangan Indonesia, serta menciptakan lapangan kerja, meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat yang adil dan merata, serta tetap menjaga kelestarian lingkungan hidup. Oleh karena itu perlu adanya dukungan kebijakan dari berbagai sektor baik pertanahan, kemaritiman maupun keamanan.
Berikut ini beberapa kebijakan pertanahan yang telah dan akan dilakukan oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN dalam rangka mendukung insudtri hulu minyak dan gas bumi, yaitu :
1.     Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum.
Masalah pengadaan tanah menjadi persoalan yang cukup serius bagi industri hulu minyak dan gas bumi (migas). Pasalnya, kegiatan eksplorasi untuk mendapatkan cadangan migas baru, tidak bisa dilakukan apabila proses pengadaan tanah masih menghadapi kendala, terutama bagi kontraktor kontrak kerja sama (kontraktor KKS). Persoalan pengadaan tanah juga bisa menghambat pelaksanaan komitmen pengeboran, sehingga kegiatan usaha hulu migas tidak bisa melakukan peningkatan produksi. Inilah alasan mengapa pengadaan tanah menjadi bagian sangat penting dalam rangkaian kegiatan industri hulu migas.
Guna mengatasi permasalahan pengadaan tanah tersebut, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional telah menginisiasi terbitnya Undang Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, berikut peraturan-peraturan pelaksanaan di bawahnya. Dalam Pasal 10 huruf e Undang-Undang tersebut disebutkan bahwa tanah untuk kepentingan umum yang digunakan pembangunan termasuk diantaranya adalah infrastruktur minyak, gas, dan panas bumi. Pemecahan masalah pengadaan tanah selanjutnya mendapat titik terang dengan diterbitkannya Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perubahan Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, yang merupakan peraturan pelaksana dari Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Dalam Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2014, antara lain diatur :
-       Dalam Pasal 120 ayat (4) disebutkan bahwa biaya operasional dan biaya pendukung pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum dalam rangka pembangunan infrastruktur hulu minyah dan gas bumi, mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1);
-       Dalam Pasal 121 disebutkan, bahwa luasan pengadaan tanah skala kecil yang semula hanya 1 hektar diperbesar menjadi 5 hektar, dan dapat dilakukan langsung oleh Instansi yang memerlukan tanah dengan para pemegang hak atas tanah dengan cara jual beli, atau tukar menukar, atau cara lain yang disepakati oleh kedua belah pihak.
Sebagai implementasi dari peraturan perundang-undangan pengadaan tanah di atas, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional telah menerbitkan Peraturan Kepala BPN No. 5 Tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pengadaan tanah, yang kemudian diterbitkan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 72 Tahun 2012 tentang Biaya Operasional  dan Biaya Pendukung Penyelenggaraan Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum Yang Bersumber Dari APBD, dan Peraturan Menteri Keuangan No. 13 Tahun 2013 tentang Biaya Operasional dan Biaya Pendukung Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum Yang Bersumber Dari  APBN.
Pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum merupakan salah satu implementasi dari Misi Pemerintah, yaitu mewujudkan masyarakat maju, berkesinambungan dan demokratis berdasarkan Negara hukum. Hal ini tercermin dalam pokok-pokok pengadaan tanah, yaitu memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pembangunan dan kepentingan masyarakat serta harus ada pemberian Ganti Kerugian yang layak dan adil.
Dengan diterbitkannya peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pengadaan tanah untuk kepentingan umum, diharapkan akan mampu menunjang peningkatan industri hulu migas, karena pengadaan tanah yang selama ini dianggap sebagai permasalahan yang menghambat akan dapat teratasi.
2.     Percepatan Legalisasi Aset.
Legalisasi aset adalah proses administrasi pertanahan yang meliputi kegiatan pendaftaran dan penerbitan sertipikat hak atas tanah yang dilakukan oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional untuk perorangan, kelompok masyarakat maupun Badan hukum. Legalisasi aset antara lain bertujuan untuk kepastian hukum hak atas tanah, meredakan konflik sosial atas tanah melalui pendaftaran tanah serta mendukung upaya pengembangan kebijakan-kebijakan manajemen pertanahan dalam jangka panjang.
Undang-Undang minyak dan Gas Bumi (UU No. 2/2001) menyatakan bahwa terhadap bidang-bidang tanah yang dipergunakan langsung untuk kegiatan usaha minyak dan gas bumi serta areal pengamanannya diberikan Hak Pakai. Dalam hal Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) merupakan badan usaha yang berdiri berdasarkan hukum Indonesia, maka terhadap tanah yang berstatus Hak Milik perolehannya harus dilakukan pelepasan hak dengan memberikan ganti rugi, apabila Hak Guna Usaha harus dilakukan pelepasan hak dengan memberikan ganti rugi, dan jika Hak Guna Bangunan dapat dilakukan jual beli untuk kemudian mengkonversikan menjadi Hak Pakai. Terhadap tanah yang belum bersertifikat/tanah adat, Kontraktor KKS dapat melakukan pelepasan hak dengan memberikan ganti rugi, dan selanjutnya memohonkan Hak Pakai atas tanah yang telah dilepaskan penguasaannya.
Kebijakan pertanahan terkait percepatan legalisasi aset dalam mendukung industri hulu migas antara lain :
-       Penerbitan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor      3 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Kepala BPN Nomor 1 Tahun 2011 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian Hak Atas Tanah Dan Kegiatan Pendaftaran Tanah Tertentu. Dalam Pasal 5 huruf f Peraturan tersebut disebutkan bahwa Kepala Kantor Pertanahan memberi keputusan mengenai semua pemberian Hak Pakai aset pemerintah (pusat dan daerah), kecuali Hak Pengelolaan (HPL), aset BUMN dan tanah kedutaan/perwakilan diplomatik negara lain. Dengan pelimpahan kewenangan tersebut diharapkan dapat mempercepat legalisasi aset, khususnya dalam mendukung industri hulu migas, karena seluruh tanah yang dibebaskan dalam kegiatan industri hulu migas menjadi aset Negara. Tanah tersebut dimanfaatkan oleh kontraktor kontrak kerja sama (Kontraktor KKS) Migas dengan pengawasan dan pengendalian SKK Migas.
-       Penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) antara Kepala BPN dengan Ketua SKK Migas pada tanggal 26 April 2013. MoU tersebut bertujuan untuk mewujudkan tertib administrasi dan memberikan kepastian hukum dengan cara memberikan prioritas pelayanan pada pelaksanaan pensertipikatan dan penanganan permasalahan tanah yang dikelola oleh SKK Migas di seluruh Indonesia, dengan alasan bahwa industri hulu migas merupakan kegiatan strategis untuk kepentingan nasional. Dalam hal ini BPN mempunyai tugas dan tanggung jawab melaksanakan percepatan pensertipikatan tanah di industri hulu migas termasuk melaksanakan penanganan permasalahan tanah sektor hulu migas sesuai dengan kewenangan, semenatra SKK Migas bertugas melakukan inventarisasi dan identifikasi tanah yang dimohonkan pensertifikatannya.  
3.     Percepatan Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan.
Sengketa dan Konflik pertanahan merupakan persoalan yang kronis dan bersifat klasik serta berlangsung dalam kurun waktu tahunan bahkan puluhan tahun dan selalu ada dimana-mana termasuk yang berkaitan dengan tanah-tanah industri hulu migas. Oleh karena itu usaha pencegahan, penanganan dan penyelesaiannya harus memperhitungkan berbagai aspek baik hukum maupun non hukum. Karena itu dibutuhkan pemahaman mengenai akar konflik, faktor pendukung dan faktor pencetusnya sehingga dapat dirumuskan strategi dan solusinya.
Dalam rangka upaya mempercepat penanganan dan penyelesaian sengketa dan konflik pertanahan terutama sengketa/konflik yang berkaitan tanah-tanah industri hulu migas, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional telah menyiapkan kebijakan antara lain :
-       Kebijakan One Map One Policy.
Kebijakan Satu Peta (One Map Policy), adalah kebijakan untuk menciptakan satu referensi, satu standar, satu basis data dan satu geoportal dalam penyelenggaraan informasi geospasial. Pentingnya kebijakan satu peta adalah sebagai dasar pengambilan keputusan pelaksanaan pembangunan fisik seluruh Indonesia, untuk menjamin kepastian hukum dan untuk mencegah terjadinya sengketa dan konflik pertanahan. Salah satu faktor penyebab terjadinya sengketa dan konflik pertanahan adalah akibat tidak seragamnya peta yang dipakai sebagai dasar penguasaan tanah sehingga terjadi saling klaim. Dengan adanya satu peta maka akan mampu menekan terjadinya sengketa dan konflik pertanahan, terutama dalam perolehan tanah untuk industri hulu migas.
-       Penanganan sengketa dan konflik pertanahan
Penanganan sengketa dan konflik pertanahan dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum atas penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah, serta untuk memastikan tidak terdapat tumpang tindih pemanfaatan, tumpang tindih penggunaan, tumpang tindih penguasaan dan tumpang tindih pemilikan tanah, sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku serta bukti kepemilikan tanah bersifat tunggal untuk setiap bidang tanah yang diperselisihkan. Guna mempercepat penanganan sengketa dan konflik pertanahan dilakukan dengan mengoptimalkan peran Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota maupun Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi dalam rangka penanganan dan penyelesaian sengketa dan konflik pertanahan di daerah yang sifatnya lokal/regional.
-       Usulan Rancangan Undang-Undang tentang Pertanahan dalam Program Legislasi Nasional Prioritas Tahun 2015.
Rancangan Undang Undang Pertanahan mendasarkan pada 7 (tujuh) prinsip utama yaitu prinsip tanah sebagai perekat NKRI, prinsip hak menguasai Negara, prinsip tidak menggantikan UUPA, prinsip tanah mempunyai fungsi sosial, prinsip kepastian hukum atas tanah, prinsip komprehensif. Prinsip Rancangan Undang-Undang Pertanahan diharapkan menjadi sarana untuk meminimalisir terjadinya sengketa dan konflik pertanahan.

Demikian pemaparan ini disampaikan, semoga dapat memberikan gambaran berkaitan dengan kebijakan-kebijakan pertanahan dalam rangka mendukung mendukung industri hulu migas. Kebijakan-kebijakan tersebut sejalan dengan Visi Presiden dan Wakil Presiden : “Terwujudnya Indonesia Yang Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong Royong” yang salah satu misinya adalah mewujudkan kualitas hidup manusia yang tinggi maju dan sejahtera, maka pengelolaan pertanahan dan tata ruang diharapkan dapat berkontribusi meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup rakyat Indonesia serta menurunnya angka kemiskinan. Sejalan dengan hal tersebut pengelolaan sumber daya alam berupa minyak dan gas bumi sudah seharusnya mampu meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat yang adil dan merata serta tetap menjaga dan memperhatikan kelestarian lingkungan hidup, sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945.


Selengkapnya..

PENJABARAN VISI MISI JOKOWI-JK



TUGAS KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/
BADAN PERTANAHAN NASIONAL
SEBAGAI PENJABARAN VISI MISI PRESIDEN TERPILIH 2014-2019
(JOKO WIDODO-JUSUF KALLA)

Sumarto, S.H., M.Eng.
 
I.      Umum
Bagi bangsa Indonesia, tanah merupakan unsur vital dalam kehidupanberbangsa dan bernegara. Hubungan bangsa Indonesia dengan tanah adalah hubungan yang bersifat abadi. Seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan kesatuan tanah air dari keseluruhan Bangsa Indonesia. Tanah merupakan perekat NKRI. Oleh karena itu tanah perlu dikelola dan diatur secara nasional untuk menjaga keberlanjutan sistem kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam kerangka ini, amanat konstitusi menegaskan agar politik dan kebijakan pertanahan diarahkan untuk mewujudkan tanah untuk “sebesar-besar kemakmuran rakyat”.
Meskipun telah diamanatkan dalam UUD 1945 bahwa tanah merupakan sumber kemakmuran rakyat, namun jumlah rakyat miskin Indonesia masih cukup besar. Hal ini terjadi karena masih terjadi ketimpangan struktur penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah (P4T). Ketimpangan P4T dan ketimpangan terhadap sumber-sumber produksi lainnya menyebabkan semakin sulitnya upaya penurunan kemiskinan dan pengangguran. Ketimpangan P4T juga dapat mendorong terjadinya kerusakan sumberdaya tanah dan lingkungan hidup, peningkatan jumlah sengketa dan konflik pertanahan. Lebih lanjut, permasalahan pertanahan ini akan berdampak terhadap rapuhnya ketahanan pangan yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap ketahanan nasional.
Sejalan dengan Visi Presiden dan Wakil Presiden terpilih (Joko Widodo-Jusuf Kalla) “Terwujudnya Indonesia Yang Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong Royong” yang salah satu misinya adalah mewujudkan kualitas hidup manusia yang tinggi maju dan sejahtera, maka pengelolaan pertanahan dan tata ruang diharapkan dapat berkontribusi meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup rakyat Indonesia serta menurunnya angka kemiskinan. Dalam rangka mewujudkan Visi Misi tersebut terdapat 4 (empat) perintah Presiden Republik Indonesia kepada Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional, yaitu : a) meningkatkan pelayanan pertanahan, b) menyelesaikan sengketa dan konflik pertanahan, c) melaksanakan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum, dan d) menyediakan tanah untuk rakyat (9 juta Ha.), yang kesemuanya harus seiring dengan penataan ruang di setiap daerah di Indonesia.
Sesuai Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 165 Tahun 2014 tentang Penataan Tugas dan Fungsi Kabinet Kerja, Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia telah berubah menjadi Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional. Selama organisasi dan tata Kerja Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional belum terbentuk, maka Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN memimpin dan mengkoordinasikan penyelenggaraan tugas dan fungsi di bidang tata ruang yang dilaksanakan oleh Kementerian  Pekerjaan Umum dan penyelenggaraan urusan pemerintahan di bidang pertanahan yang dilaksanakan oleh Badan Pertanahan Nasional.
Berdasarkan Undang Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang bahwa Penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan berlandaskan wawasan nusantara dan ketahanan nasional. Penyelenggaraan penataan ruang dilakukan dengan tetap menghormati hak yang dimiliki orang sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dengan dibentuknya Kementerian Agraria dan Tata di Ruang/Badan Pertanahan Nasional diharapkan ada sinkronisasi antara pengelolaan tanah di Indonesia dengan tata ruang nasional sehingga akan dapat menekan terjadinya sengketa dan konflik pertanahan.

II.     Peningkatan Pelayanan Publik
Salah satu rumusan dari sembilan agenda prioritas (NAWA CITA) yang merupakan implementasi dari Visi Misi Jokowi-JK adalah Pemerintah tidak absen dengan membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya, yaitu konsisten menjalankan agenda reformasi birokrasi secara berkelanjutan dengan merustrukturisasi kelembagaan, perbaikan kualitas pelayanan publik serta meningkatkan kompetensi aparatur. Dalam rangka memenuhi agenda prioritas tersebut, maka Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional dituntut untuk mampu meningkatkan pelayanan publik kepada masyarakat. Upaya peningkatan pelayanan bidang pertanahan kepada masyarakat yang telah dilaksanakan antara lain  :
1.     Melaksanakan Reformasi Birokrasi;
Reformasi birokrasi merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mencapai good governance. Reformasi birokrasi merupakan langkah awal untuk mencapai kemajuan sebuah Negara. Melalui reformasi birokrasi, dilakukan penataan terhadap system penyelenggaraan pemerintahan yang tidak hanya efektif dan efesien tapi juga reformasi birokrasi menjadi tulang punggung dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Reformasi birokrasi pada hakikatnya merupakan upaya untuk melakukan pembaharuan dan perubahan mendasar terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan terutama menyangkut aspek-aspek kelembagaan (organisasi), ketatalaksanaan (business prosess) dan sumber daya manusia aparatur.
Penataan organisasi Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional baik pusat maupun daerah didasarkan pada visi, misi dan sasaran startegis, agenda kebijakan, program dan kinerja kegiatan yang terencana dan diarahkan terbangunannya sosok birokrasi dengan tugas dan bertanggungjawaban terbuka dan aksessif. Penyederahanaan tata kerja dalam hubungan intra dan antar aparatur serta antar aparatur dengan masyarakat dan dunia usaha yang berorientasi pada criteria dan mekanisme yang impersonal terarah pada penerapan pelayanan prima.
2.     Melaksanakan pekerjaan/pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan Standar Pelayanan dan Pengaturan Pertanahan (SOP) yang sudah ditetapkan. SOP merupakan petunjuk tertulis yang menggambarkan dengan tepat cara melaksanakan tugas/pekerjaan yang berisi mekanisme mengkomunikasikan peraturan dan persyaratan administratif, kebijakan organisatoris dan perencanaan strategis bagi pegawai/pekerja. Hakekat SOP adalah untuk menghindari miskomunikasi, konflik, dan permasalahan pada pelaksanaan tugas/pekerjaan. Dengan melaksanakan pekerjaan sesuai SOP diharapkan akan meningkatkan kepuasan masyarakat atas pelayanan yang dilakukan oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN.
3.     Pelimpahan kewenangan pemberian hak atas tanah dan kegiatan pendaftaran tanah kepada Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi maupun Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota untuk memutus birokrasi dan mempercepat pelayanan kepada masyarakat;
4.    Reward dan Punishment, diberikan sebagai penghargaan maupun hukuman terhadap pekerjaan yang telah dilaksanakan serta sebagai …..
5.     Melakukan inovasi-inovasi dalam rangka percepatan pelayanan, antara lain : Pelayanan 1 (satu) hari selesai (one day service), Pelayanan Sabtu-Minggu, Pelayanan malam hari (evening service), LANTUM (layanan 7 menit), LAYANGMAS (layanan anggota masyarakat), INTAN (informasi pertanahan), LARASITA;
6.     Melakukan layanan informasi pelayanan pertanahan berbasis teknologi informasi (IT) yang dapat diakses oleh masyarakat tanpa harus datang ke Kantor Pertanahan antara lain seperti Layanan SMS 2409, penanganan pengaduan masyarakat melalui web www.bpn.go.id, dan Twitter @atr_bpn;
7.     Membuka loket pelayanan pertanahan di tiap-tiap Pertanahan dan Kantor Wilayah BPN Provinsi untuk menghindari adanya interaksi langsung antara masyarakat pemohon dengan pejabat BPN serta untuk meminimalisir terjadinya KKN;
8.     Penetapan Program Monitoring dan Perlindungan “Whistle Blower”.

III.   Penyelesaian Segketa dan Konflik Pertanahan
Sengketa dan Konflik pertanahan merupakan persoalan yang kronis dan bersifat klasik serta berlangsung dalam kurun waktu tahunan bahkan puluhan tahun dan selalu ada dimana-mana. Faktor mendasar yang menyebabkan timbulnya sengketa dan konflik pertanahan adalah adanya ketimpangan struktur penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah serta ketimpangan terhadap sumber-sumber produksi lainnya. Oleh karena itu usaha pencegahan, penanganan dan penyelesaiannya harus memperhitungkan berbagai aspek baik hukum maupun non hukum. Seringkali penanganan dan penyelesaian terhadap sengketa dan konflik pertanahan dihadapkan pada dilema-dilema antara berbagai kepentingan yang sama-sama penting. Mencari keseimbangan atau win-win solution atas konflik yang sudah terjadi jelas membutuhkan upaya yang tidak mudah. Karena itu dibutuhkan pemahaman mengenai akar konflik, faktor pendukung dan faktor pencetusnya sehingga dapat dirumuskan strategi dan solusinya.
Menyikapi perintah Presiden Republik Indonesia untuk menyelesaikan sengketa dan konflik pertanahan di Indonesia, maka Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional harus menyiapkan kebijakan dalam upaya mempercepat penanganan dan penyelesaian sengketa dan konflik pertanahan antara lain :
1.     Kebijakan One Map One Policy.
Kebijakan Satu Peta (One Map Policy), adalah kebijakan untuk menciptakan satu referensi, satu standar, satu basis data dan satu geoportal dalam penyelenggaraan informasi geospasial. Pentingnya kebijakan satu peta adalah sebagai dasar pengambilan keputusan pelaksanaan pembangunan fisik seluruh Indonesia, untuk menjamin kepastian hukum dan untuk mencegah terjadinya sengketa dan konflik pertanahan. Salah satu faktor penyebab terjadinya sengketa dan konflik pertanahan adalah akibat tidak seragamnya peta yang dipakai sebagai dasar penguasaan tanah sehingga terjadi saling klaim. Dengan adanya satu peta maka akan mampu menekan terjadinya sengketa dan konflik pertanahan.
2.     Pengelolaan Kasus Pertanahan
Sebagai Ilustrasi bahwa Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional setiap hari harus menyelesaikan kasus pertanahan, namun setiap hari pula muncul kasus pertanahan, dan penyelesaiannya tidak dapat ditarget, sehingga diperlukan pengelolaan terhadap kasus pertanahan.
a.   Penanganan sengketa dan konflik pertanahan
Penanganan sengketa dan konflik pertanahan dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum atas penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah, serta untuk memastikan tidak terdapat tumpang tindih pemanfaatan, tumpang tindih penggunaan, tumpang tindih penguasaan dan tumpang tindih pemilikan tanah, sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku serta bukti kepemilikan tanah bersifat tunggal untuk setiap bidang tanah yang diperselisihkan. Penanganan sengketa dan konflik pertanahan dilaksanakan secara komprehensif melalui kajian akar permasalahan, pencegahan dampak sengeketa/konflik, dan penyelesaian sengketa/ konflik. Guna mempercepat penanganan sengketa dan konflik pertanahan maka perlu didukung upaya-upaya sebagai berikut :
-      Dalam rangka penanganan dan penyelesaian sengketa dan konflik pertanahan di daerah yang sifatnya lokal/regional, peran Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota maupun Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi perlu dioptimalkan agar pengaduan masyarakat tidak menumpuk di Kementerian;
-      Perlu upaya yang sungguh-sungguh (perlindungan) dari Kementerian agar kriminalisasi terhadap aparat pertanahan baik di pusat maupun di daerah dalam melaksanakan tugas/jabatannya dapat diminimalkan/dihapuskan;
-      Perlu adanya kebijakan khusus dari Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN untuk menangani dan menyelesaikan sengketa dan konflik tertentu yang berkaitan dengan kawasan kehutanan, pertambangan, maupun kawasan tertentu lainnya;
-      Diperlukan kesepakatan/kesepahaman bersama antara Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN dengan Lembaga Penegak Hukum (Polri dan Kejaksaan Agung) dalam rangka penanganan aparat Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN yang dikriminalisasi karena melaksanakan tugas/jabatannya;
-      Perlu segera dilakukan revisi Peraturan Kepala BPN No. 3 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan.
b.   Strategi penanganan dan penyelesaian konflik pertanahan.
Agar penanganan dan penyelesaian sengketa dan konflik pertanahan dapat diwujudkan, maka perlu dirumuskan strategi sebagai berikut :
-      Memantapkan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN dengan membangun standar mekanisme dan prosedur operasional penanganan sengketa dan konflik pertanahan;
-      Mengintensifkan penyelesaian sengketa dan konflik pertanahan melalui mediasi dengan mendasarkan pada kajian akar permasalahan;
-      Membangun sistem basis data dan sistem informasi kasus pertanahan yang valid guna mendukung percepatan penanganan dan penyelesaian sengketa dan konflik  pertanahan dan tata ruang secara sistematis;
-      Memprakarsai terwujudnya konsep strategis penyelesaian sengketa dan konflik pertanahan dengan melibatkan pakar, akademisi serta pengamat agraria dan tata ruang;
-      Meningkatkan kualitas dan profesionalisme sumber daya manusia di lingkungan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN, khususnya khususnya yang berkaitan dengan penanganan sengketa dan konflik pertanahan;
c.   Pencegahan sengketa dan konflik pertanahan.
Diluar dari pentingnya penanganan dan penyelesaian sengketa dan konflik pertanahan yang harus segera dilaksanakan, yang tidak kalah penting adalah bagaimana untuk mencegah agar tidak terjadi konflik paling tidak mampu meminimalisir terjadinya konflik pertanahan. Beberapa upaya untuk mencegah terjadinya sengketa dan konflik pertanahan antara lain adalah : (1) penertiban administrasi pertanahan, (2) tindakan proaktif untuk mencegah dan menangani potensi konflik, (3) penyuluhan hukum dan/atau sosialisasi program pertanahan, dan (4) pembinaan partisipasi dan pemberdayaan masyarakat.
3.   Mengusulkan Rancangan Undang-Undang tentang Pertanahan dalam Program Legislasi Nasional Prioritas Tahun 2015.
Rancangan Undang Undang Pertanahan mendasarkan pada 7 (tujuh) prinsip utama yaitu prinsip tanah sebagai perekat NKRI, prinsip hak menguasai Negara, prinsip tidak menggantikan UUPA, prinsip tanah mempunyai fungsi sosial, prinsip kepastian hukum atas tanah, prinsip komprehensif. Prinsip Rancangan Undang Undang Pertanahan diharapkan menjadi sarana untuk meminimalisir terjadinya sengketa dan konflik pertanahan.
 
IV.    Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum
Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pemerintah perlu menyelenggarakan pembangunan. Salah satu upaya pembangunan dalam kerangka pembangunan nasional yang diselenggarakan Pemerintah adalah pembangunan untuk Kepentingan Umum. Pembangunan untuk Kepentingan Umum tersebut memerlukan tanah yang pengadaannya dilaksanakan dengan mengedepankan prinsip yang terkandung di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan hukum tanah nasional, antara lain prinsip kemanusiaan, keadilan, kemanfaatan, kepastian, keterbukaan, kesepakatan, keikutsertaan, kesejahteraan, keberlanjutan, dan keselarasan sesuai dengan nilai-nilai berbangsa dan bernegara.
Hukum tanah nasional mengakui dan menghormati hak masyarakat atas tanah dan benda yang berkaitan dengan tanah, serta memberikan wewenang yang bersifat publik kepada Negara berupa kewenangan untuk mengadakan pengaturan, membuat kebijakan, mengadakan pengelolaan, serta menyelenggarakan dan mengadakan pengawasa yang tertuang dalam pokok-pokok pengadaan tanah sebagai berikut :
1.   Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin tersedianya tanah untuk kepentingan umum dan pendanaannya.
2.   Pengadaan tanah untuk kepentingan umum diselenggarakan sesuai dengan:
a.    Rencana Tata Ruang Wilayah;
b.   Rencana Pembangunan Nasional/Daerah;
c. Rencana Strategis; dan
d.   Rencana Kerja setiap Instansi yang memerlukan tanah.
3.   Pengadaan Tanah diselenggarakan melalui perencanaan dengan melibatkan semua pemangku dan pengampu kepentingan.
4.   Penyelenggaraan Pengadaan Tanah memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pembangunan dan kepentingan masyarakat.
5.   Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum dilaksanakan dengan pemberian Ganti Kerugian yang layak dan adil.
Pelaksanaan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum harus didasarkan pada peraturan yang berlaku yaitu : a) Undang-Undang No. 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum; b) Peraturan Presiden No. 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum; c) Peraturan Kepala BPN No. 5 Tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pengadaan tanah;  d) Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 72 Tahun 2012 tentang Biaya Operasional  dan Biaya Pendukung Penyelenggaraan Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum Yang Bersumber Dari APBD; dan e) Peraturan Menteri Keuangan No. 13 Tahun 2013 tentang Biaya Operasional dan Biaya Pendukung Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum Yang Bersumber Dari  APBN.
Pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum merupakan salah satu implementasi dari Misi Jokowi-JK yaitu mewujudkan masyarakat maju, berkesinambungan dan demokratis berdasarkan Negara hukum. Hal ini tercermin dalam pokok-pokok pengadaan tanah, yaitu memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pembangunan dan kepentingan masyarakat serta harus ada pemberian Ganti Kerugian yang layak dan adil.
  
V.     Tersedianya Tanah Untuk Rakyat (9 juta Ha)
Perintah Presiden untuk menyediakan tanah untuk rakyat seluas 9 juta hektar dimaksudkan untuk peningkatan ketahanan pangan secara nasional. Yang dapat dilakukan oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional untuk memenuhi kebutuhan tersebut adalah dengan melaksanakan redistribusi tanah.
Redistribusi tanah merupakan inisiatif Pemerintah untuk membagikan Tanah Obyek Landreform kepada penggarap yang memenuhi persyaratan. Sesuai Pasal 1 Peraturan Pemerintah No. 224 Tahun 1961 sumber tanah obyek landreform  adalah : tanah kelebihan dari batas maksimum; tanah Absentee; tanah Swapraja dan bekas Swapraja; tanah Negara lainnya yang ditegaskan lebih lanjut oleh Menteri Agraria. Selain menurut Pasal 1 PP No. 224 diatas, sumber tanah obyek landreform dapat berasal dari penertiband dan pendayagunaan tanah terlantar dan tanah hasil penyelesaian sengketa dan konflik.
Tersedianya tanah untuk rakyat dalam rangka peningkatan ketahanan pangan nasional merupakan bagian perwujudan dari Visi Presiden Republik Indonesia yaitu Terwujudnya Indonesia Yang Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian Berdasarkan Gotong Royong, yang dirumuskan dalam salah satu Nawa Cita-nya yaitu mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik dengan mewujudkan kedaulatan pangan secara nasional.

VI.    Kesimpulan

Dalam rangka mewujudkan Visi Presiden dan Wakil Presiden terpilih 2014-2019 (Joko Widodo-Jusuf Kalla) “Terwujudnya Indonesia Yang Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong Royong” maka terdapat 4 (empat) perintah Presiden Republik Indonesia kepada Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional, yaitu :
1.    Meningkatkan pelayanan pertanahan, dimaksudkan bahwa Pemerintah tidak absen untuk membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya, yaitu konsisten menjalankan agenda reformasi birokrasi secara berkelanjutan dengan merustrukturisasi kelembagaan, perbaikan kualitas pelayanan publik serta meningkatkan kompetensi aparatur;
2.     Menyelesaikan sengketa dan konflik pertanahan, diharapkan dapat berperan sebagai salah satu implementasi dari Misi Presiden RI yaitu mewujudkan kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju dan sejahtera;
3.     Melaksanakan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum, merupakan salah satu implementasi dari Misi Jokowi-JK yaitu mewujudkan masyarakat maju, berkesinambungan dan demokratis berdasarkan Negara hukum, yang tercermin dalam pokok-pokok pengadaan tanah, yaitu memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pembangunan dan kepentingan masyarakat serta harus ada pemberian ganti kerugian yang layak dan adil.
4.     Menyediakan tanah untuk rakyat (9 juta Ha.), yang kesemuanya harus seiring dengan penataan ruang di setiap daerah di Indonesia, yang merupakan implementasi Visi Misi Presiden RI, yang dirumuskan dalam salah satu Nawa Cita-nya yaitu mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik dengan mewujudkan kedaulatan pangan secara nasional.
Selengkapnya..