Pages

Subscribe:

Jumat, 23 September 2011

Penyediaan Tanah Untuk Pemukiman Di Kabupaten Kendal Studi Kasus Pengkaplingan Tanah Di Kelurahan Langenharjo



Land Providing for settlement in Kendal Regency
Case Study for Land Parceling in Langenharjo Village

Sumarto1, Prijono Nugroho2, Aryono Prihandito3

Program Studi Teknik Geomatika
Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada


Abstract
The increased number of population is always related to the effort of pro-viding of settlement and the increased need for land. The activity of land parceling as an effort to provide land for settlement is inevitable as the consequence of the meeting of need for settlement. It is expected that the land parceling activity will make order in land use and land ownership. The land parceling has been done in Langenharjo Village in Kendal Regency since Local Regulation Number 15 Year 1995 on First Ammandemant on Local Regulation of Number 8 Year 1987 on the Area Plan of Kendal Subdistrict was issued. Based on the Local Regulation, the function of the land parceling in Langenharjo Village is to be determined as a settlement area. In the parceled land, many lands are still not built and used to date in accordance with its original purpose, left or even neglected.
Therefore, the purpose of the study is to find out factors influencing the owner of parceled land not to build the land, implications of the neglected of parceled land on land development, and the suitability to acheive good land administration system. This study used primary data collected using questionnaires, interview to the parceled land owners and officials in relevant institution, and field observation to find out the actual conditions of parceled lands. The data were analyzed using a descriptive qualitative approach assisted by the SPSS software to find out frequency distribution and to make analysis to be easier.
The result of the study indicates that from 50 respondents selected using a purposive sampling technique, 90% have left and neglected the land. Based on the result of analysis, it can be recognized that there were three factors influencing the land owner to not build the land namely physical factor related to the situation and condition of parceled land, institutional or regulatory factor related to the absence of sanction, and economic factor indicated by the background of land owner and the purpose of the landownership. Neglected the land have implications of restraining the land development and violating of the regulation on the land use it can be cosidered as neglected land. The land parceling as an effort provide land for settlement did not contribute to land taxation, which is one of the benefits of good land administration system. It can be seen from the fact that 98% of the respondents don’t have Tax Due Notification Letter of Land and Building Taxes on the name owner itself and it is still combined with the name of previous land owner. Thus, the owner of land did practically not pay the Land and Building Tax annually.

Keywords : Providing Settlement Land, Land Parceling, Neglected Land

 
1.     Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia, Jakarta. (email : sumarto76@yahoo.co.id)
2.     Jurusan Teknik Geodesi Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
3.   Jurusan Teknik Geodesi Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta


PENGANTAR
Tanah merupakan salah satu unsur utama untuk dapat terlaksananya pembangunan termasuk pemukiman. Peningkatan jumlah kebutuhan terhadap permukiman akan mengakibatkan peningkatan kebutuhan tanah. Ini berarti peningkatan jumlah penduduk selalu terkait langsung dengan penyediaan permukiman, dan penyediaan permukiman berhubungan dengan masalah tanah.  Sebagai salah satu wilayah Kabupaten/Kota yang terletak di jalur utama pantai utara pulau jawa yang didukung oleh sarana transportasi yang memadai, serta berbatasan langsung dengan Kota Semarang sebagai Ibukota Propinsi Jawa Tengah, Kabupaten Kendal telah mengalami perkembangan yang cukup pesat, terutama dalam hal pertumbuhan penduduk. Hal ini dibuktikan dengan adanya peningkatan jumlah penduduk dari tahun ke tahun yang cukup signifikan. Dengan perkembangan ini, kebutuhan akan ruang (lahan) untuk pemukiman semakin meningkat. Hal demikian berdampak kepada pemanfaatan lahan pertanian (walaupun produktif), yaitu akan memicu terjadinya konversi lahan pertanian ke kegiatan non pertanian.
Salah satu upaya penyediaan tanah untuk pemukiman adalah melalui usaha pengkaplingan tanah yang telah banyak dilaksanakan di beberapa wilayah di Kabupaten Kendal termasuk diantaranya adalah di Kelurahan Langenharjo. Namun demikian pelaksanaan pengkaplingan tanah tersebut justru menimbulkan permasalahan karena banyak tanah kapling yang tidak dipergunakan dan dimanfaatkan sesuai dengan peruntukannya. Tanah-tanah kapling yang merupakan sumber daya tanah tersebut sampai saat ini masih banyak yang berupa tanah kosong, kumuh, tidak dikelola dan dimanfaatkan oleh pemiliknya, dibiarkan dan ditelantarkan, sehingga dalam pembangunannya terkesan lambat dan lama, padahal sebelumnya merupakan lahan pertanian yang menghasilkan.  
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan tidak dibangunnya tanah-tanah kapling oleh pemilik tanah, implikasi pembiaran tanah kapling terhadap pembangunan tanah dan memberikan saran sebagai kontribusi terhadap kebijakan pengkaplingan tanah sebagai upaya penyediaan tanah untuk pemukiman di Kabupaten Kendal.

TINJAUAN PUSTAKA
Penelitian tentang alih fungsi tanah pertanian ke non pertanian maupun perubahan penggunaan tanah sudah banyak dilakukan, namun penelitian yang spesifik mengenai pengkaplingan tanah sebagai upaya penyediaan tanah untuk pemukiman belum pernah ada dan penelitian ini diharapkan dapat melengkapinya.
Setiawan (2008) meneliti mengenai alih fungsi tanah pertanian menjadi non pertanian di Kecamatan Karangmalang Kabupaten Sragen. Studi implementasinya adalah mengkaji mengenai alih fungsi tanah pertanian ke non pertanian tersebut apakan telah sesuai dengan tata guna tanah dan tata ruang pemerintah daerah setempat atau belum.
Setiadi (2007), dalam penelitiannya mengkaji tentang perubahan penggunaan lahan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya di Kecamatan Umbulharjo Kota Yogyakarta. Tujuan dari penelitiannya adalah untuk mengetahui perkembangan perubahan penggunaan lahan yang terjadi di Kecamatan Umbulharjo, meliputi kecenderungan perubahan penggunaan lahan dan daya pengaruh aktivitas perubahan penggunaan lahan serta mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhinya, sehingga hasilnya dapat dijadikan pedoman untuk antisipasi pengendalian pembangunan kota.

CARA PENELITIAN
Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan pemilik tanah kapling di Kelurahan Langenharjo yang tidak membangun tanahnya dalam penelitian ini digunakan pendekatan kualitatif.  Metode yang digunakan meliputi kuisioner dan wawancara. Untuk memudahkan dalam menganalisis secara kualitatif dilakukan dengan program SPSS 17.0. Program ini digunakan untuk mengetahui distribusi frekuensi serta kerapatan setiap jawaban yang diberikan oleh responden terhadap pertanyaan-pertanyaan dalam kuisioner, sehingga data mudah dijelaskan dan diuraikan lebih lanjut.
Penelitian ini dilaksanakan melalui beberapa tahap, yaitu :
a.    Tahap Persiapan.
Kegiatan yang dilakukan adalah studi pustaka berupa buku-buku, referensi dan hasil-hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan materi penelitian.
b.   Tahap Pelaksanaan.
Dalam tahap ini dilakukan pengumpulan data yang terkait dengan jenis dan sumber data yang berupa data primer dan data sekunder yang relevan untuk penelitian. Pemilihan sampel dilakukan menggunakan metode purposive sampling, dengan jumlah sampel sebanyak 50 orang. Dari data yang sudah terkumpul kemudian diolah dan dianalisis untuk kemudian dibuat kesimpulan dan saran. Analisis menggunakan pendekatan deskriptif analitis dilakukan untuk semua data yang diperoleh guna tercapainya tujuan penelitian.
c.     Tahap Penyelesaian.
Tahap ini merupakan tahap penyusunan dan pembuatan laporan dalam bentuk tertulis dari hasil pelaksanaan penelitian.
Secara ringkas tahapan penelitian dapat dilihat pada gambar 1.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
a.    Deskripsi Daerah Penelitian.
Kelurahan Langenharjo terletak di wilayah Kecamatan Kota Kendal yang merupakan ibukota Kabupaten Kendal dengan luas wilayah 1450 ha. Wilayah Kelurahan Langenharjo berada di sisi selatan dan barat alun-alun kota Kendal dan berjarak 2 km dari pusat pemerintahan Kabupaten Kendal, terdiri dari areal pemukiman padat penduduk dan persawahan yang berada di ketinggian tanah sekitar ± 4 m dari permukaan air laut.
Kebijakan pengkaplingan tanah di Kelurahan Langenharjo didasarkan pada Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Kendal Nomor 8 Tahun 1987 tentang Rencana Bagian Wilayah Kecamatan Kendal yang telah diubah dengan Perda Nomor 15 tahun 1995 tentang Perubahan Pertama Peraturan daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Kendal Nomor 8 Tahun 1987 tentang Rencana Bagian Wilayah Kecamatan Kendal. Berdasarkan Peraturan Daerah tersebut lahan pertanian yang berada di Kelurahan Langenharjo sebelah utara telah diubah fungsinya menjadi kawasan pemukiman karena dianggap kurang produktif. Kawasan tersebut kemudian dipergunakan untuk lokasi pengkaplingan tanah sebagai upaya penyediaan tanah untuk pemukiman.
b.    Pembangunan Tanah Kapling dan Faktor Yang Mempengaruhi.
Terdapat tiga faktor yang harus diperhatikan dalam pembangunan tanah, yaitu  faktor fisik, instritusi dan ekonomi. Demikian pula pembangunan tanah kapling di Kelurahan Langenharjo dipengaruhi oleh tiga faktor tersebut.
1.  Faktor fisik.
 Faktor fisik yang mempengaruhi pembangunan tanah-tanah kapling di Kelurahan Langenharjo dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu faktor endogen dan faktor eksogen. Faktor endogen meliputi kondisi tanah dan topografi kawasan pengkaplingan tanah. Sebagian besar (74%) tanah kapling saat perolehan dalam kondisi sudah urugan, akan tetapi masih terdapat tanah-tanah kapling yang belum urugan, diurug sebagian, dan masih berupa sawah. Hal ini menunjukkan bahwa secara fisik, keadaan tanah kapling terutama yang masih berupa tanah sawah merupakan faktor yang mempengaruhi pembangunan tanah kapling di kawasan ini. Keadaan topografi bukan merupakan faktor yang mempengaruhi tidak dibangunnya tanah-tanah kapling oleh pemilik tanah, karena secara umum topografi tanah di kawasan pengkaplingan tanah di Kelurahan Langenharjo relatif datar dengan kemiringan lereng 0 – 2°, dan ketinggian tanah antara 0 – 4 m.
Faktor eksogen meliputi luas tanah kapling, akses jalan, penggunaan tanah berdampingan dan tersedianya fasilitas umum. Pada kawasan pengkaplingan tanah tidak terdapat penggunaan tanah yang membahayakan seperti industri kimia atau sejenisnya yang dapat mencemari tanah-tanah sekitarnya. Keadaan penggunaan tanah yang demikian bukan merupakan faktor yang mempengaruhi pemilik tanah kapling untuk membangun tanahnya.
Pada lokasi pengkaplingan tanah di Kelurahan Langenharjo sebagian besar tidak terdapat akses jalan sehingga kesulitan dalam melakukan pembangunan. Fasilitas umum seperti jaringan listrik, telepon dan air juga tidak tersedia. Tidak adanya akses jalan untuk membangun serta fasilitas umum berupa jaringan listrik, air maupun telepon di lokasi pengkaplingan tanah merupakan faktor yang mempengaruhi pemilik tanah kapling tidak membangun tanahnya.
Dari bentuk dan ukuran, tanah-tanah kapling di Kelurahan Langenharjo mempunyai bentuk yang teratur dengan luas antara 100 m² hingga 400 m². Sebanyak 90% tanah kapling dibiarkan oleh pemiliknya, sedangkan 10% dikelola dengan ditanami. Dalam hal untuk dibangun rumah luasan tanah tersebut bukan termasuk faktor yang mempengaruhi sikap pemilik tanah kapling tidak membangun tanahnya. Akan tetapi untuk pembangunan dalam bentuk yang lain seperti mengelola dan mengusahakan dengan menanaminya, luasan tanah yang relatif kecil dapat mempengaruhi pemilik tanah tidak membangun tanahnya. Selain faktor kesibukan pekerjaan dan domisili pemilik yang jauh dari lokasi tanah kapling, luasan tanah yang relatif  kecil dianggap tidak produktif untuk ditanami.


2.     Faktor institusi atau peraturan
Secara yuridis penyediaan tanah untuk pemukiman melalui pengkaplingan tanah di Kelurahan Langenharjo telah sesuai dengan peraturan yang berlaku, yaitu Perda Kabupaten Kendal Nomor 15 tahun 1995. Namun demikian masih terdapat beberapa peraturan yang dilihat dari isi maupun pelaksanaannya dapat mempengaruhi sikap pemilik tanah kapling tidak membangun tanahnya.
a.  SK Bupati tentang Ijin Perubahan Penggunaan Tanah.
Keputusan Bupati Kendal tentang Pemberian izin Perubahan Penggunaan Tanah Pertanian ke Non Pertanian sebagai dasar untuk melakukan pengkaplingan tanah, hanya mengatur tentang kewajiban pemegang izin (penyedia tanah kapling), sedangkan kewajiban dari pemilik-pemilik tanah kapling yang berkaitan dengan pembangunan tanah kapling dan sanksi yang dikenakan apabila pemilik tanah kapling tidak membangun tanahnya tidak diatur. Dengan demikian pemilik tanah kapling dapat dengan bebas memperlakukan tanah kapling miliknya termasuk membiarkannya karena tidak adanya aturan yang mengikat, terutama pemilikan tanah kapling dengan tujuan spekulasi dan investasi serta domisili pemilik tanah yang jauh dari lokasi pengkaplingan tanah.
b.  Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960.
Sesuai dengan pasal 15 Undang-undang nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, setiap orang, Badan Hukum atau Instansi Pemerintah yang mempunyai hubungan hukum dengan tanah mempunyai kewajiban untuk memelihara, menambah kesuburan serta mencegah kerusakan tanahnya dan apabila tidak di lakukan  maka dapat diberikan sanksi sebagaimana pasal 52. Akan tetapi mekanisme untuk penerapan sanksi kepada pemegang hak belum pernah diatur secara tegas serta tidak ada mekanisme yang jelas. Belum adanya pengenaan sangksi kepada pemilik tanah merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tidak dibangunnya tanah kapling oleh pemiliknya.
c.  Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2010.
Berdasarkan Pasal 3 huruf a PP Nomor 11 Tahun 2010 tanah-tanah kapling yang dibiarkan oleh pemiliknya di Kelurahan Langenharjo dapat diindikasikan sebagai tanah terlantar. Tanah-tanah kapling tersebut bukan “tidak sengaja tidak dipergunakan sesuai dengan keadaan atau sifat dan tujuan pemberian haknya” melainkan dengan sengaja tidak dipergunakan sesuai dengan keadaan atau sifat dan tujuan pemberian haknya oleh pemiliknya, karena pemilik-pemilik tanah kapling tersebut memiliki kemampuan dari segi ekonomi untuk mengusahakan, mempergunakan, atau memanfaatkan sesuai dengan keadaannya atau sifat dan tujuan pemberian haknya. Namun sampai saat ini belum pernah dilakukan identifikasi tanah-tanah terlantar yang berstatus Hak Milik dan Hak Guna Bangunan atas nama perorangan dan baru terbatas pada tanah-tanah Hak Guna Usaha dengan ukuran yang relatif luas.
3.    Faktor ekonomi.
Salah satu faktor yang harus diperhatikan dalam pembangunan tanah adalah faktor ekonomi. Faktor ekonomi dalam penelitian ini dipengaruhi oleh dua hal yaitu latar belakang pemilik tanah dan tujuan pemilikan tanah.
a.    Latar belakang pemilik tanah.
Sikap pemilik tanah kapling yang tidak membangun tanahnya dipengaruhi oleh latar belakang mereka. Sebagian responden/pemilik tanah (64%) bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) dengan penghasilan (98%) diatas Rp. 1.000.000,-. Pendapatan tersebut diatas Upah Minimum Regional (UMR) Kabupaten Kendal tahun 2010 sebesar Rp. 780.000,-.
Sebagian besar responden (96%) mempunyai  satu sampai empat orang anggota keluarga, selebihnya mempunyai lebih dari empat tanggungan/anggota keluarga. maka pendapatan tersebut mencukupi untuk membiayai kebutuhan hidup sehari-hari. Sebanyak 82% responden mempunyai tempat tinggal dengan status milik sendiri dan sisanya berstatus milik orang tua, sewaan/kontrakan dan lainnya. Jumlah rumah yang dimiliki, sebanyak 22% responden memiliki rumah lebih dari satu. Kondisi demikian mencerminkan bahwa status ekonomi pemilik tanah kapling bukan termasuk golongan ekonomi lemah.
Jenis pekerjaan dan pendapatan yang melebihi Upah Minimum Regional Kabupaten Kendal serta banyaknya jumlah rumah yang dimiliki menunjukkan adanya kemampuan sebagian besar pemilik tanah kapling untuk membangun tanahnya bagi kegunaan yang lebih menguntungkan, akan tetapi kemampuan tanpa diikuti dengan kemauan tidak akan terlaksana pembangunan.

 b.   Tujuan pemilikan tanah
Dari data kuisioner diperoleh sebanyak (66%) responden tidak membangun tanahnya dengan alasan tujuan memiliki tanah kapling adalah untuk investasi, 18% belum cukup dana untuk membangun, 10% tidak ada akses membangun, dan 6% dengan tujuan spekulasi. Ada beberapa alasan mengapa pemilik tanah kapling cenderung memiliki tanah kapling untuk investasi sebagai berikut :
(1)   Adanya anggapan bahwa investasi dalam bentuk tanah lebih banyak menguntungkan dan tidak akan pernah rugi.
(b)   Aset berharga yang dapat diagunkan untuk memperoleh kredit dari bank.
(b)   Sebagai tabungan yang disediakan untuk keluarga di masa datang.
Alasan lain pemilik tanah kapling tidak membangun tanahnya adalah belum cukup dana untuk membangun.        Sebagian pemilik tanah kapling beralasan tidak membangun tanahnya karena memang belum mempunyai tempat tinggal milik sendiri. Namun alasan belum cukup dana juga berlaku bagi pemilik tanah yang sudah mempunyai rumah/tempat tinggal dengan status milik sendiri.  Hal ini karena pemilikan tanahnya bermuara pada tujuan investasi. Selain itu, spekulasi juga merupakan faktor yang mempengaruhi pemilik tanah kapling tidak membangun tanahnya karena tujuan pemilikan tanahnya adalah untuk dijual kembali setelah harganya naik.

c.    Implikasi Pembiaran Tanah Kapling Terhadap Pembangunan Tanah.
Pembiaran tanah-tanah kapling oleh pemilik tanah di Kelurahan Langenharjo berimplikasi pada ketidaksesuaian terhadap tujuan pembangunan tanah dan penatagunaan tanah, antara lain :
1.  Pembiaran tanah kapling berimplikasi terhadap pembangunan tanah yang tidak terarah karena akan menyebabkan tanah-tanah kosong, kumuh dan tidak terawat, sehingga mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan serta dapat diindikasikan sebagai tanah terlantar.
2.  Pembiaran terhadap tanah-tanah kapling berimplikasi pada penurunan efisiensi dan produktifitas penggunaan tanah karena tidak dikelola dan diusahakan dengan baik sesuai dengan peruntukan dan pemberian haknya.
3.  Pembiaran terhadap tanah-tanah kapling merupakan pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah.
4.  Pembiaran terhadap tanah-tanah kapling bertentangan dengan tujuan pedoman teknis penggunaan tanah yang lestari, optimal, serasi dan seimbang (LOSS) di wilayah pedesaan serta aman, tertib, lancar dan sehat (ATLAS) di wilayah perkotaan. Pembiaran tanah-tanah kapling berdampak pada lingkungan kumuh yang tidak sehat.
5.  Pembiaran tanah-tanah kapling oleh pemiliknya tidak sesuai dengan prinsip-prinsip perencanaan tata guna tanah, yaitu :
(1)   Prinsip penggunaan maksimum (principle of maximum production. karena pengkaplingan tanah bukan untuk memenuhi kebutuhan rakyat yang mendesak.
(2)   Prinsip penggunaan optimum (principle of optimum use). Tanah-tanah kapling yang dibiarkan tidak memberikan keuntungan ekonomis yang sebesar-besarnya karean tidak digunakan dan diusahakan untuk peningkatan hasil yang lebih baik.

d.    Kesesuaian Penyediaan Tanah Untuk Pemukiman Melalui Pengkaplingan Tanah Terhadap Sistem Administrasi Pertanahan Yang Baik.
Sistem administrasi pertanahan yang baik akan menghasilkan manfaat  yang baik walaupun tidak dapat diukur secara langsung. Manfaat-manfaat ini antara lain : menjamin kepemilikan dan keamanan penguasaan tanah, dukungan untuk perpajakan tanah dan properti, memberikan keamanan kredit, mengembangkan dan memantau pasar tanah, Perlindungan tanah oleh negara, mengurangi sengketa tanah, memfasilitasi upaya landreform, meningkatkan perencanaan perkotaan dan pembangunan infrastruktur, dan menghasilkan data statistik.
Terdapat dua hal terkait penyediaan tanah untuk pemukiman melalui pengkaplingan tanah di Kelurahan Langenharjo dengan manfaat-manfaat tersebut diatas :
1.     Bidang-bidang tanah kapling di Kelurahan Langenharjo seluruhnya telah bersertipikat Hak Milik. Dengan demikian pengkaplingan tanah di kelurahan Langenharjo telah dapat memenuhi maanfaat menjamin kepemilikan dan keamanan penguasaan tanah, memberikan keamanan kredit (dapat dibebani hak tanggungan), mengurangi sengketa tanah, perlindungan oleh negara (kecuali yang dibiarkan karena terindikasi tanah terlantar), serta dapat menghasilkan data statistik.
2.     Penyediaan tanah untuk pemukiman melalui usaha pengkaplingan tanah di Kelurahan Langenharjo belum memberikan dukungan terhadap perpajakan tanah dan properti. Sebagian besar (98%) responden menyatakan belum memiliki SPPT PBB atas nama sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar pemilik tanah kapling tidak membayar pajak bumi dan bangunan pada setiap tahunnya.

KESIMPULAN
Dari hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik suatu kesimpulan sebagai berikut :
1.    Penyediaan tanah untuk pemukiman melalui pengkaplingan tanah di Kelurahan Langenharjo telah sesuai dengan RTRW Kabupaten Kendal.
 2.   Beberapa faktor yang mempengaruhi pemilik tanah kapling tidak membangun tanahnya, antara lain :
a.     Faktor fisik, masih adanya tanah-tanah kapling yang belum diurug dan masih berupa tanah sawah pada saat perolehan, terbatasnya akses jalan untuk membangun serta tidak adanya fasilitas umum seperti jaringan listrik, air dan telepon di lokasi pengkaplingan tanah.
b.     Faktor institusi, belum adanya aturan yang mengikat serta sanksi yang jelas terhadap pembiaran dan penelantaran tanah kapling oleh pemilik tanah.
 c.    Faktor Ekonomi, sebagian besar pemilik tanah kapling memiliki tanah dengan tujuan untuk investasi bukan untuk dibangun, sehingga ada kecenderungan untuk membiarkan tanahnya.
3.    Penyediaan tanah untuk pemukiman melalui pengkaplingan tanah di Kelurahan Langenharjo belum mendukung peningkatan perpajakan.

DAFTAR PUSTAKA.
Anonim, 1960, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria.

Anonim, 1995, Peraturan Daerah Kabupaten Kendal Nomor 5 Tahun 1995 tentang Perubahan Peraturan Daerah kabupaten Kendal Nomor 8 Tahun 1987 Rencana Bagian Wilayah Kecamatan Kendal.

Anonim, 1996, Land Administration Guidelines With Special Reference to Countries in Transition, United Nations, New York and Geneva.

Anonim, 1997, Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

Anonim, 2004, Undang-undang Nomor 26 Tahun 2004 tentang Penataan Ruang.

Anonim, 2004, Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah.

Anonim, 2007, Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Kendal Nomor 23 Tahun 2007 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kendal.

Anonim, 2009, Kendal Dalam Angka Tahun 2008, Badan Pusat Statistik Kabupaten Kendal.

Anonim, 2009, Laporan Akhir Penyusunan Revisi Rencana Rinci Tata Ruang Kawasan Perkotaan Kendal Kabupaten Kendal, Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Kendal.

Anonim, 2010, Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2010 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar.

Alhalik, 2006, Efektifitas Izin Peruntukan Penggunaan Tanah (IPPT) Sebagai Instrumen Pengendalian Pemanfaatan Ruang Di Kecamatan Ngaglik Kabupaten Sleman, Tesis, Magister Teknik Perencanaan Wilayah Kota, Universitas Diponegoro, Semarang.


Djam’an, Komariah, 2010, Metodologi Penelitian Kualitatif, Alfabeta, Bandung.

Djurdjani, Omar, I, 2008, Perubahan Penggunaan Tanah : Analisis Dari Ekonomi Institusi (Suatu Tinjauan Teoritis), Aspec of Land Management And Development a Compilation, UTM, Malaysia.

Djurdjani, 2009, Suplai Tanah Untuk Pembangunan Suatu Tinjauan Teoritis, Prosiding Forum Ilmiah Tahunan, Ikatan Surveyor Indonesia, Semarang.

Efendi, Taufik, 2008, Analisis Perubahan Penggunaan Tanah Terhadap Rencana Umum Tata Ruang Kota Kecamatan Mertoyudan Kabupaten Magelang Tahun 2002-2011, Tesis, Magister Teknik Geomatikan Fakultas Teknik UGM, Yogyakarta.

Enemark, Stig, 2009, Land Administration Systems - managing rights, restrictions and responsibilities in land, Map World Forum, Hyedrabad, India.

Jayadinata, Johara T, 1999, Tata Guna Tanah Dalam Perencanaan Pedesaan, Perkotaan dan Wilayah, Penerbit ITB Bandung.

Mertokusumo, Sudikno, dkk, 1998, Materi Pokok Hukum dan Politik Agraria, Depdikbud, Universitas Terbuka.

Nawawi, H, 2007, Metode Penelitian Bidang Sosial, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Nur Faizah, L, 2007, Alih Fungsi Tanah Pertanian Menjadi Tanah Non Pertanian (Studi Komparatif Indonesia dan Amerika Serikat), Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Prijono, 2008, Pendekatan Neoklasik Dalam Menghurai Halangan Penawaran Tanah Di Bandar, Tesis doktor Falsafah, Fakultas Kejuruteraan dan Sains Geoinformasi Universiti Teknologi Malaysia, Kualalumpur.

Prijono, 2009, Materi Kuliah Land Development Angkatan X Magister Teknik Geomatika, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Rohmadiani, Linda, D, 2008, Dampak Konversi Lahan Pertanian Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Petani (Studi Kasus : Jalur Pantura Kecamatan Pamanukan, Tesis, Istitut Teknologi Bandung, Bandung.

Setiadi, Y, 2007, Kajian Perubahan Penggunaan Lahan dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhinya di Kecamatan Umbulharjo Kota Yogyakarta, Skripsi, Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Universitas Diponegoro, Semarang.

Setiawan, Aries, 2008, Alih Fungsi Tanah Pertanian Menjadi Non Pertanian di Kecamatan Karangmalang Kabupaten Sragen, Skripsi, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Silalahi, 2006, Perkembangan Penggunaan dan Kebijakan Penyediaan Tanah Mendukung Ketahanan Pangan, Prosiding "Revitalisasi Ketahanan Pangan: Membangun Kemandirian Pangan Berbasis Pedesaan" 2006, Departemen Pertanian, http://pse.litbang.deptan.go.id/ind/pdffiles/ ProsSilalahi 06.pdf, download tanggal 16 Februari 2010.

Subaryono, 1999, Pengantar Manajemen Informasi Pertanahan, Jurusan Teknik Geodesi Fakultas Teknik UGM.

Sudjito, 1999, Kajian Yuridis Administratif Implementasi Program Konsolidasi Tanah Perkotaan di Ungaran, Mimbar Jurnal Hukum, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, yogyakarta, http://i-lib.ugm.ac.id/ jurnal/detail.php?dataId=2110, download tanggal 21 Juli 2010.

Sugiyono, 2009, Memahami Penelitian Kualitatif, Alfabeta, Bandung.

Suhariningsih, 2009, Tanah Terlantar Asas dan Pembaharuan Konsep Menuju Penertiban, Prestasi Pustakaraya, Jakarta.

Sulipan, 2009, Penelitian Deskriptif Analitis Berorientasi Pemecahan Masalah, www.ktiguru.org/file.php/1/moddata/data/3/9/46/Penelitian_Deskriptif_Analitis.pdf, download tanggal 14 April 2010.

Sumardjono, Maria, 2001, Kebijakan Pertanahan Antara Regulasi dan Implementasi, Kompas, Jakarta.

Sumardjono, Maria, 2008, Tanah Dalam Perspektif Hak Ekonomi Sosial dan Budaya, Kompas, Jakarta.


http://www.candilaras.co.cc/2008/05/validitas-dan-realibilitas-penelitian.html, download tanggal 18 Maret 2010.

0 komentar:

Posting Komentar