Pages

Subscribe:

Jumat, 23 September 2011

INTEROPERABILITAS DATA DAN INFORMASI SPASIAL DALAM UPAYA MENDUKUNG PENGAMBILAN KEPUTUSAN YANG BERSIFAT STRATEGIS


By. Mas Marto ¹

I.         PENDAHULUAN.
Kebutuhan akan data geo-spasial dalam berbagai jenis tema dan resolusi sudah disadari oleh sebagian besar kalangan dari mulai sektor swasta, pemerintah maupun pihak lainnya termasuk komunitas ilmuwan, dan individual. Pengalaman bencana gempa/tsunami Aceh dan Sumatera Utara, gempa Yogyakarta, dan tsunami Pangandaran dan daerah Jawa Barat Selatan lainnya menjadi bukti tentang hal ini baik pada saat/fase quick response maupun saat/fase rehabilitasi, dan fase-fase selanjutnya dalam sistem penanggulangan/mitigasi bencana jenis ini maupun jenis-jenis bencana lainnya.
Dalam keadaan “tiada bencana” data geo-spasial juga sangat diperlukan keberadaannya untuk berbagai pengambilan keputusan termasuk dalam berbagai penataan ruang. Akan diperoleh informasi tata-ruang nasional maupun tata-ruang daerah yang baik dan akurat apabila pada saat perenacanaan dilakukan tersedia dengan memadai berbagai jenis data geo-spasial yang diperlukan. Untuk keperluan perencanaan ketahanan pangan nasional diperlukan sekali bebagai jenis tema data geo-spasial yang memadai. Tanpa tersedianya data geo-spasial yang lengkap dan terkait dengan bahan pangan pokok akan sulit dicapai dengan baik. Dan banyak contoh-contoh lainnya tentang manfaat dan kegunaan dari tersedianya data geo-spasial ini sehingga tidak salah apabila dikatakan orang “no map (baca: data geo-spasial) no culture - tanpa data geo-spasial tak akan ada kemajuan (yang berarti)”.
Dalam era sebelum tahun delapan puluhan pada saat teknologi komputer belum berkembang sepesat/secanggih sekarang ini, keberadaan dan visualisasi data geospasial diwakili oleh berbagai jenis peta baik topografi maupun tematik dalam bentuk cetakan (hardcopy map), dan berbagai jenis data citra dengan berbagai variasi skala. Data geo-spasial jenis ini sifatnya sangat statis dalam arti antara lain sangat sulit dilakukan revisi apabila ada atau terjadi perubahan data/informasi di lapangan. Peta cetak konvensional disajikan dalam lembar-lembar peta yang mereferesentasikan gambaran unsur real world yang dipilih pada kurun waktu tertentu, dan pembuat peta sebagai owner memiliki hak eksklusif baik terhadap peta itu sendiri maupun terhadap data sebagai sumber pembuatan peta. Disisi lain para pengguna harus menerima begitu saja sebagaimana apa adanya terhadap peta yang mereka pilih/gunakan (Ryttersgaard,2001).
Pada sampai saat ini, ilmu dan teknologi yang terkait dengan pengembangan sistem komputer mengalami kemajuan yang sangat pesat dan sebagai tool sistem komputer ini memiliki kemampuan yang makin lama makin “bukan main”. Komputer memberi pengaruh besar terhadap hampir semua aspek kehidupan manusia termasuk terhadap berbagai disiplin ilmu pengetahuan, tidak ketinggalan memberi pengaruh sangat besar terhadap sistem pengelolaan data geo-spasial dari mulai pengambilan, pengolahan, penyimpanan, manipulasi spasial, sampai visualisasi data/informasi. Dengan bantuan komputer dapat dibuat sistem pemetaan digital dan lebih jauh lagi dapat dikembangkan otomasi sistem pemetaan dan olah data serta analisis spasial dalam bentuk Sistem Informasi Geospasial (SIS/SIG).
Selain itu juga memudahkan untuk melakukan proses analisis dan pemodelan-pemodelan dalam berbagai kasus, misalnya pada kasus-kasus yang terkait dengan perencanaan tata-ruang, pemilihan lahan yang cocok (land-suitability) untuk tanaman pangan dalam rangka perencanaan ketahanan pangan nasional, maupun perencanaan dan implementasi dalam bidang-bidang lainnya.
Satu prasyarat yang kelihatannya sekarang ini tidak bisa ditawar lagi terkait dengan hal sukses tidaknya pemanfaatan data geo-spasial dengan tujuan optimisasai seperti dijelaskan di atas adalah adanya satu sistem yang harus dipersiapkan dan kemudian dibangun secara sistematik yang dapat menjamin ketersediaan set-data dasar yang sifatnya homogen, lengkap, dan selalu terdinikan seperti yang dituntut oleh banyak pihak. Sistem ini sekarang dikenal orang sebagai Infrastruktur Data Spasial (IDS) (Ryttersgaard, 2001).


II.      PERMASALAHAN.
Seperti dijelaskan di atas tanpa tersedianya data geo-spasial yang lengkap dan akurat, sasaran dan keinginan akan berbagai pengambilan keputusan dalam berbagai hal seperti penataan ruang, mitigasi bencana, ketahanan pangan dan lain sebagainya yang terkait dengan pelibatan data geospasial adalah sulit untuk diperoleh hasil yang baik, tepat, dan berhasil guna. Untuk berbagai jenis keperluan dan aktifitas pengambilan keputusan dibutuhkan data geospasial yang sifatnya beragam, padahal disisi lain seluruh data geo-spasial yang merupakan set-data dasar, jika seandainya ada dengan lengkap, tidak terkonsentrasi pada satu tempat melainkan tersebar pada berbagai instansi sesuai dengan (tupoksi) pokok dan fungsi masing-masing instansi. Oleh karena itu, berbagai data spasial yang telah dikembangkan oleh masing-masing instansi, akan lebih bermakna bila dapat saling dipertukarkan (dapat saling diakses oleh instansi terkait). Pertukaran data (data sharing) antar instansi terkait, bila dapat terwujud, akan memberikan efisiensi pemanfaatan dana yang sangat signifikan, sekurangnya biaya proses pengolahan/analisa data dapat dihemat.
Meskipun SIS/SIG telah dikembangkan oleh banyak instansi, namun seringkali dalam format dan standar yang berbeda atau tidak dalam format yang standar/baku. Untuk itu, diperlukan interoperabilitas (interoperability) untuk mendukung penyelenggaraan pertukaran data dan informasi antar instansi, sehingga akan memudahkan proses data sharing dan terwujudnya pemanfaatan data yang lebih efisien dan efektif. Efisiensi ini akan lebih nyata bila SIS/SIG yang interoperabilitas tersebut dikembangkan dalam jaringan komunikasi seperti internet (atau lebih dikenal dengan sebutan SIS/SIG berbasis Web), karena melalui sistem ini mampu memberikan jangkauan yang semakin luas, sehingga diharapkan dapat meningkatkan data sharing antar instansi, baik di pemerintah, pemerintah daerah, perguruan tinggi, maupun kalangan swasta dan masyarakat.
Yang menjadi permasalahan adalah bagaimana untuk mewujudkan  interoperabilitas data sapasial untuk meningkatkan data sharing antar instansi dan pemanfaatan data yang lebih efektif dan efisien, sehingga diharapkan dapat mendukung dalam upaya pengambilan keputusan yang lebih baik dan bersifat strategis berkenaan dengan data dan informasi spasial.
III.   PEMBAHASAN
a.         Interoperabilitas Data dan Informasi Spasial
Seiring dengan perkembangan teknologi pengolahan data spasial, Sistem Informasi Geospasial (SIS/SIG) merupakan salah satu disiplin terkait teknologi informasi dan komunikasi yang memungkinkan penggabungan berbagai basis data dan informasi yang dikumpulkan melalui peta, citra satelit, maupun survai lapangan, yang kemudian dituangkan dalam layer-layer peta. Pada saat ini SIS/SIG telah dikembangkan oleh banyak instansi, namun seringkali dalam format dan standar yang berbeda-beda. Untuk itu, diperlukan piranti lunak yang berkemampuan untuk mendukung penyelenggaraan pertukaran data dan informasi antar instansi, seperti piranti lunak interoperability. Pemanfaatan piranti lunak ini akan memudahkan proses data sharing, sehingga akan terwujud pemanfaatan data yang lebih efektif dan efisien.
Dilihat dari segi teknis operasionalnya, konsep interoperabilitas ini dapat dianalogikan sebagai aktivitas online antar dua sistem komputer yang berbeda di tempat yang berbeda sehingga dapat diakses oleh user atau pelaku data dan informasi spasial untuk dapat dipergunakan dan dimanfaatkan dalam upaya pengambilan keputusan.
Manfaat dan kegunaan dari penggunaan konsep interoperabilitas ini lebih mengacu pada fleksibilitas, efisiensi dan efektivitas, serta produktivitas  bagi seorang user atau pelaku data dan informasi spasial untuk mengambil keputusan yang lebih baik berkenaan dengan data dan informasi spasial.
Para user atau pelaku data dan informasi spasial adalah orang-orang yang terkait dalam menggunakan konsep interoperability tersebut. Contohnya adalah para pejabat yang berasal dari instansi pemerintah baik dalam lingkup departemen atau non departemen. Mereka menerapkannya dalam pengupayaan untuk pengambilan keputusan yang bersifat strategis. Sebelum membahas lebih jauh mengenai konsep interoperabilitas maka perlu dibahas terlebih dahulu hal-hal yang harus diperhatikan dan dilakukan agar interoperabilitas atas data dan informasi spasial dapat terwujud.

1.        Kesadaran data sharing serta dukungan peraturan dan kebijakan.
Pada saat ini kesadaran untuk saling bertukar data (data sharing) antar instansi terutama instansi-instansi sebagai sipul jaringan data spasial dirasa masih rendah. Sebagian dari para pengambil kebijakan pada masing-masing instansi masih menganggap bahwa peta / data spasial yang dimiliki merupakan hasil dari produk instansi yang bersangkutan yang diperoleh dengan biaya tidak sedikit. Sehingga masih banyak yang merasa keberatan apabila data spasial yang dimilikinya dengan mudah dapat digunakan/diakses oleh orang atau instansi lain. Egoisme demikian harus diubah dan diarahkan serta ditumbuhkembangkankan pada kesadaran yang tinggi untuk mau saling bertukar data (data sharing). Instansi baik departemen maupun non departemen merupakan bagian dari pemerintah, dana yang dipergunakan untuk membiayai suatu produk data spasial suatu instansi berasal dari dana APBN / APBD baik Pemerintah pusat maupun daerah. Sehingga penggunaan data spasial secara bersama akan berdampak pada penekanan dan penghematan biaya yang lebih efektif. Oleh karena itu untuk menumbuhkembangkan kesadaran akan data sharig tersebut dibutuhkan sosilisasi. Selain itu harus didukung oleh oleh peraturan dan kebijakan yang dilekuarkan oleh Pemerintah sebagai landasan atau payung hukumnya. Dengan telah dikelurakan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 85 Tahun 2007 tentang Jaringan Data Spasial Nasional yang mengatur hak dan kewajiban apa-apa saja dari masing-masing instansi terkait seperti clearinghouse mengenai pengelolaan data maupun format data, merupakan suatu wujud dari dukungan pemerintah. Akan tetapi dengan perpres saja tidak cukup karena masih bersifat umum dan harus diikuti dengan aturan-aturan pelaksanaan lainnya yang bersifat spesifik serta harus dilakukan sosialisasi yang intensif.
2.        Standarisasi Data dasar.
Tujuan standarisasi adalah untuk keseragaman (uniformity) meskipun dalam berbagai kasus hal ini tidak selalu berhasil karena ada perbedaan view dan interest dari pengguna. Keseragaman dalam hal ini lebih ditujukan untuk kejelasan (clarity) dengan tujuan untuk mempermudah interoperabilitas dan proses pertukaran data (interoperability and data sharing). Seiring dengan perkembangan teknologi informasi, berkembang juga berbagai macam jenis paket perangkat lunak pendukung Sistem Informasi Geospasial (SIS/SIG) yang memiliki tipe format file yang berbeda-beda. Penyebab utama terjadinya perbedaan format file adalah teknologi yang digunakan untuk mengembangkan paket perangkat lunak SIS/SIG juga berlainan. Oleh sebab itu perlu dikembangkan sebuah standar terbuka atau open standards yang dapat mendukung atau membaca tipe format file dan teknologi yang berbeda-beda tersebut yang biasa disebut sebagai GIS interoperability atau interoperabilitas SIG.
Secara konsepsi data dasar akan dipakai bersama (sharing) oleh para pengguna. Dengan kemajuan teknologi penaganan dan komunikasi data sudah dimungkinkan untuk menggunakan data dari satu sistem informasi ke sistem informasi lainnya (data exchange), sehingga secara teknis bukan merupakan suatu masalah yang rumit.
3.        Dukungan peralatan/piranti yang memadai.
Interoperabilitas adalah kemampuan sebuah sistem untuk menggunakan atau memakai bagian dari sistem lain tanpa diketehui oleh pengguna sistem, kemampuan ini melebihi kemampuan komunikasi antar sistem. Inti dari definisi interoperabilitas adalah kemampuan sebuah sistem untuk menggunakan informasi yang telah diterima dari sistem lain. Menurut ISO 19119 services, definisi dari interoperabilitas adalah : kemampuan untuk berkomunikasi, mejalankan program, atau mentransfer data diantara berbagai jenis teknologi dan unit data yang digunakan oleh paket perangkat lunak SIS/SIG dimana pengguna tidak memerlukan pengetahuan mengenai karakteristik unit datanya.
Terdapat sebuah miskonsepsi tentang interoprabilitas, interoperabilitas tidak berasumsi bahwa semua orang harus memiliki format file yang sama, tetapi interoperabilitas adalah sebuah kemampuan untuk mengerti atau mengadopsi format file yang berbeda tersebut. OGC (Open Geospatial Consortium) telah mendefinisikan tujuh hal yang terjadi pada Geospatial Information (GI) interoperability, yaitu kemudahan untuk :
1.    mencari data spasial.
2.    memperoleh data spasial.
3.    mengintegrasikan data-data spasial dari berbagai sumber.
4.    mendisplay data spasial dalam sebuah tampilan.
5.    melakukan analisa data spasial.
6.    mengolah data-data spasial khusus, walaupun berasal dari sumber dan tipe data yang berbeda-beda.
7.    menyatukan sebuah sistem informasi data spatial dengan fitur-fitur tebaik dari berbagai provider software.
Untuk itu, diperlukan piranti lunak yang berkemampuan untuk mengerti atau mengadopsi format file yang berbeda, yaitu piranti lunak interoperability. Pemanfaatan piranti lunak ini akan memudahkan proses data sharing, sehingga akan terwujud pemanfaatan data yang lebih efisien dan efektif. Yang dikembangkan interoperability ini adalah perangkat lunak Sistem Informasi Geospasial (SIS/SIG) yang mampu mengakses data dari sistem yang berbeda (dihubungkan melalui jaringan komputer) melalui interface. Data secara fisik tiidak perlu pindah dari satu sistem ke sistem lain. Seluruh proses ini akan diatur oleh organisasi yang bernama the Open GIS Concortium.
b.         Konsep Meta Data
Metadata dapat diartikan sebagai ‘data tentang data (spasial)’, berisikan informasi mengenai karakteristik data dan memegang peran penting di dalam mekanisme interoperabilitas dan pertukaran data. Melalui informasi metadata diharapkan pengguna data dapat mengintepretasikan data secara sama, bilamana pengguna melihat langsung data spasialnya. Dokumen metadata berisikan informasi yang menjelaskan karakteristik data terutama isi, kualitas, kondisi dan cara perolehannya. Metadata dipergunakan untuk melakukan dokumentasi data spasial yang berhubungan tentang siapa, apa, kapan, dimana, dan bagaimana data spasial dipersiapkan.
Kegunaan dan Manfaat Metadata.
·       Sebagai alat/tool pengelolaan investasi (data) seperti melakukan monitoring kemajuan pelaksanaan pekerjaan pembangunan data spasial, mendokumentasikan data yang ada (selesai dikerjakan), menginformasikan data yang dimiliki untuk dapat dimanfaatkan oleh pihak lain dan melakukan estimasi rencana kerja pengumpulan data dikemudian hari.
·       Sarana untuk menyebarluaskan kepemilikan data melalui mekanisme clearinghouse. Metadata merupakan faktor penting dalam konsep pemanfaatan data spasial bersama (data sharing).
·       Memberikan penjelasan (informasi) kepada pengguna data tentang tata cara pemrosesan dan mengintepretasikannya.
·       Metadata juga mengandung (berisikan) istilah istilah baku yang dipakai dalam kasanah data spasial. Dengan pembakuan istilah, kesalahan arti dalam penuturan data spasial dapat dihindari.
Untuk mencapai tujuan tersebut di atas, maka penyusunan metadata harus dipersiapkan dengan mempertimbangkan berbagai hal sedemikian hingga produk informasi yang dihasilkan dapat dimanfaatkan oleh berbagai pihak. Informasi metadata ditetapkan berdasarkan 4 (empat) karakteristik yang menentukan peranan dari metadata, yaitu :
1. Ketersediaan - informasi yang diperlukan untuk mengetahui etersediaan data.
2. Penggunaan - informasi yang diperlukan untuk mengetahui kegunaan data.
3. Akses - informasi yang diperlukan tentang tatacara mendapatkan data.
4. Transfer - informasi yang diperlukan untuk mengolah dan menggunakan data.
Metadata merupakan data yang menguraikan konten (tipe, format, semantik) dari sumber data. Beberapa meta data telah coba dikembangkan untuk data spasial. Sebagai contoh CSDGM (content standard for digital geospatial metadata) yang didefinisikan oleh US federal, CEN TC 287 yang didefinisikan oleh Komite Eropa untuk standarisasi, dan ISO TC 211 didefinisikan oleh international standard organization. Semi-structure data seperti XML dapat digunakan untuk memodelkan sistem informasi yang berorientasi web sebagai fasilitas interoperabilitas. XML telah diterima secara luas sebagai standard de facto untuk pemodelan dan pertukaran data di lingkungan Internet.

VI.  PENUTUP.
Dari uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa interoperabilitas diharapkan segala sesuatu yang terkait dengan data geo-spasial menjadi mudah. Komunikasi dan akses data semakin mudah karena data sharing antar instansi bisa terwujud. Dengan demikian pada gilirannya pengambilan keputusan di berbagai sektor dan level dalam rangka pembangunan nasional dapat membuahkan hasil yang lebih baik dan bersifat strategis, efektif serta efisien. Selain itu juga akan berdampak pada penekanan dan penghematan biaya yang lebih signifikan. Agar konsep interoperabilitas tersebut dapat diwujudkan maka diperlukan kesadaran yang tinggi dari para pengambil kebijakan untuk mendukung dan berperan aktif dalam hal pertukaran data, dengan demikian akan memudahkan data untuk dipergukan secara bersama, selain juga harus didukung oleh Peraturan dan Kebijakan Pemerinh dan juga dukungan peralatan/piranti yang memadai.

DAFTAR PUSTAKA :
Aziz, T. Lukman. 2005. Pembangunan Insfrastruktur Data Spasial Daerah (IDSD) Propinsi Jawa Barat : Kelompok Data Dasar (KDD) dalam Penentuan Kawasan Lindung, Jurnal Infrastruktur dan Lingkungan Binaan, Vol. 1, Juni 2005.
Hakim, D. Muhally., Sumarno. 2007. Membangun Infrastruktur Data Spasial, Natural Disaster and Environmental Management The 2nd Indonesian Geospasial Technology Exhibition, Jakarta, 30-31 Agustus 2007.
Ruchyat, Deni, Dj., DR, Ir M.Eng. 2007. infrastruktur Data Spasial Nasional Dalam Pelaksanaan Penataan Ruang.
Sekretariat IDSN. 2005. Infrastruktur Data Spasial Nasional (IDSN) Standart Metadata Geospasial, Bakosurtanal, Jakarta.
Technical Working Group Clearinghouse. 2005. Panduan Pembangunan Metadata Spasial, Marine and Coastal Resources Management Project, Bakosurtanal.
Trias AKM. 2009. Dari Heterogenitas ke Interoperabilitas : Geo Services, Bahan Kuliah S2 Teknik Geomatikan UGM.
Warta IDSN, No. 1. Mei 2006. Interoperabilitas.

0 komentar:

Posting Komentar