Pages

Subscribe:

Rabu, 14 September 2011

Dino "Riyoyo"

Ini posting perdana saya teman....., aku akan menulis tentang satu budaya dalam menyambut dan merayakan Hari Raya yang mungkin lambat lain akan lekang ditelan waktu.....

"Riyoyo", ya.. itulah nama sebuah tradisi untuk menyambut datangnya hari raya baik Idul Fitri maupun Idul Adha yang ada di kampungku (memang aku dari kampung sih). Riyoyo adalah suatu ritual atau tradisi dalam mensyukuri akan nikmat yang diberikan oleh Allah SWT dengan cara makan bersama yang diadakan di mushalla atau di surau selepas melaksanakan sholat Ied. Orang-orang berbondong-bondong membawa bermacam-macam makanan ke musholla untuk disantap bersama-sama sambil bercanda ria. Biasanya kalau Idul Fitri yang banyak dibawa adalah lontong Opor. Nha...itulah yang paling aku sukai. Aku melihat ada semangat untuk memberi yang terbaik dalam ritual Riyoyo, walaupun makanan itu tidak akan habis jika dimakan, karena semuanya membawa, namun tidak ada kesan mubadzir disana. Walaupun tidak habis dimakan tetapi ada barter makanan untuk dibawa pulang. Bagi yang membawa lontong maka pulangnya akan membawa kupat atau lepet dan sebagainya. Sebetulnya tidak ada hal yang istimewa dalam Riyoyo karena makanan yang dimakanpun bukan makanan yang istimewa. tetapi ada satu hal yang membuat Riyoyo menjadi istimewa karena tidak dilakukan setiap waktu hanya setiap lebaran saja. Doa-doa yang dibacakan sebelum dimulai serta makan yang dilakukan secara bersama-sama dengan perangkat apa adanya membuat Riyoyo menjadi lebih bermakna.

Di kampungku Riyoyo dilakukan 3 kali dalam setahun yaitu selepas sholat Idul Fitri, Idul Adha dan hari raya syawal (7 hari setelah Idul Fitri). Sejak kecil aku selalu mengikuti tradisi ini. Aku mensiasati agar makanan yang aku bawa selalu habis. Kalau Riyoyo Idul Fitri dan Idul Adha biasanya banyak yang membawa lontong/kupat opor, maka aku membawa nasi kluban. Kalau Riyoyo Syawal banyak yang membawa nasi, maka aku bawa yang lain biasanya buah-buahan, pasti laris manis. Bagi aku Riyoyo merupakan tradisi yang sangat mulia, disamping sebagai perwujudan rasa syukur kepada Yang Maha Kuasa juga sebagai sarana silaturahmi antar sesama.
Sebagaimana yang diajarkan oleh Rasulullah, Riyoyo merupakan implementasi dari Hablumminallah dan Hablumminannas.

Aku selalu ingat ketika Budeku yang sudah aku anggap sebagai ibuku karena telah memelihara aku sejak kecil, setiap Riyoyo syawal selalu membekaliku makanan untuk dibawa ke musholla. Makanan itu berupa ketupat yang dibelah tengahnya dan diberi kluban cambah (urapan tauge). Orang-orang dikampungku menyebutnya "Kupat Jembut". Aku heran mengapa orang-orang memberi nama seperti itu, padahal itu kan ungkapan saru / jorok dalam bahasa jawa. Atau mungkin karena ada kluban cambah / urapan tauge yang seperti ........, maka makanan tersebut disebut itu ya... he..he... jorok ah....

Aku melihat ada nuansa kebersamaa, kekeluargaan dan kedamaian dalam tradisi Riyoyo. Sayang dengan berjalannya waktu dan mobilitas yang semakin tinggi, Riyoyo kian tahun kian meredup, tidak seramai dulu saat aku kecil. Namun demikian aku akan selalu melestarikannya, walaupun kini tidak di kampungku lagi karena tuntutan tugas. Aku juga memperkenalkannya kepada anak-anakku dan selalu mengajaknya untuk mengikuti Riyoyo, agar mereka dapat memperoleh pemahaman akan kebersamaan dan kekeluargaan melalui Riyoyo. Nha.... sekarang anda terutama yang sekampung dengan saya, piye.........

0 komentar:

Posting Komentar